Senin, 04 Maret 2013

Makalah Belajar dan Pembelajaran



BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Joyce dan Weil (1996) mengemukakan beberapa hal yang perlu dimiliki oleh seorang guru   adalah focusing   and   planning   instruction,   learning   communit da discomfort productive. Sementara Arends (2007) mengemukakan beberapa hal yang harus dimiliki guru dalam  mengimplementasikan  pembelajaran  di  kelas  adalah:  perencanaan  guru,  komunitas belajar dan memotivasi siswa, manajemen kelas dan asesmen serta evaluasi.
Banyak aspek pengajaran dan pembelajaran sekarang  ini menuntut perubahan seiring dengan  perkembangan  ilmu  pengetahuan  dan  teknologi  serta  tuntutan  masyarakat yang   besa terhada pendidika yang   berkualitas Kondisi   tersebut   menuntut perubahan  dalam  berbagai  aspek  pembelajaran,  salah  satunya  harus  dimula dari perencanaan.  Merencanakan  pembelajaran  pada  dasarnya  adalah  mengambil  keputusan  tentang pengajaran  dan  merupakan  suatu  

proses  yang  banyak menuntut  pemahaman  dan keterampilan  yang  canggih  dan  berbagai  aspek  yang  perlu  dipertimbangkan  secara matang Karena itu membuat perencanaan pembelajaran pada dasarnya memerlukan waktu yang cukup bagi seorang guru.
Perencanaan  pembelajaran  harus  mempertimbangkan  berbagai  faktor,  salah  satu faktor penting adalah pertimbangan tentang kompetensi, tujuan, isi dan standar.
Dua  dekade  terakhir  berbagai  perspektif  perencanaan  yang  muncul  mengalihkan focus  perencanaan  dari  guru  kepada  siswa.  Minat  learner  centered  planning  yang berasal  dari  hasil  kajian  American  Psychologi  association  yang  dilaksanakan  oleh McCombs (2001), serta Weimer, 2002).
Weimer  (2002)  memberi  penekanan  pada  praktik  di  kelas,  ia  menyatakan  bahwa pembelajaran  siswa  yang  harusnya  menjadi  penekanan,  bukan  pengajaran.  Oleh sebab  itu  menurut  Weimer  (2002)  ada  5  praktik  pengajaran  yang  sangat  penting untuk berubah yaitu:
1.    Keseimbangan kekuasaan harus dipindahkan dari guru kepada siswa.
2.   Isi   harus   beruba dari   sesuatu   yang   harus   dikuasasi   menjadi   ala untuk mengembangkan keterampilan belajar
3.   Paradigma  harus  berubah  dari  paradigma  bahwa  guru  melakukan  semua  tugas perencanaan  dan  melakukan  pedagogi  yang baik  menjadi  paradigma  bahwa  guru adalah penuntun dan fasilitator
4.  Tanggung  jawab  untuk  pembelajaran  harus  pindah  dari  guru  ke  siswa  dengan maksud membantu siswa agar dapat menjadi pelajar yang otonom dan mandiri.
5. Evaluasi harus digunakan untuk memberikan umpan balik dan untuk menghasilkan  pembelajaran  dengan  penekanan  yang kuat  pada partisipasi  siswa dalam evaluasi diri.

B. RUMUSAN MASALAH
        1. Bagaimana Komunitas Belajar dan Memotivasi Siswa mempengaruhi siswa ?
        2. Bagaimana Pemilihan dan Penentuan Strategi Pembelajaran yang cocok ?
        3. Apa Perbedaan antara Strategi ,Model , Metode ,Teknik dalam pembelajaran ?

C.     TUJUAN DAN MANFAAT
1.      Memberikan pengetahuan tentang komunitas belajar untuk guru dan pembaca
2.      Memberikan strategi cara memotivasi siswa untuk guru dan pembaca
3.      Memberikan pemilihan pembelajaran yang tepat untuk guru dan pembaca
4.      Memberikan penentuan strategi pembelajaran untuk guru dan pembaca
5.      Dapat membedakan antara strategi , model pembelajaran , metode serta teknik pembelajaran untuk guru dan pembaca










BAB II
PEMBAHASAN

A.   KOMUNITAS BELAJAR DAN MEMOTIVASI SISWA
Komunitas  belajar  adalah  suatu  situasi  dan  kondisi  dimana  para  siswa  menunjukkan kegairahan  belajar  baik  secara  individual  maupun  secara  kelompok.  Dalam  komunitas belajar terlihat saling bantu membantu diantara anggota komunitas. Kelas sebagai suatu komunitas dapat dibentuk menjadi komunitas belajar melalui upaya guru untuk membuat situasi dan kondisi kelas yang memungkinkan tumbuhnya suasana komunitas.
Membuat kelas menjadi sebuah komunitas belajar adalah salah satu hal terpenting yang dapat  dilakukan  guru,  yang  mungkin  bahkan  lebih  penting  dibanding  praktik-praktik yang digunakan dalam aspek-aspek pengajaran yang lebih formal. Komunitas belajar di kelas  mempengaruhi  keterlibatan  dan  prestasi  siswa,  dan  menentukan  bagaimana  kelas seorang guru akan berubah dari sekadar sekelompok individu menajadi sebuah kelompok kohesif yang tandai dengan ekspektasi yang tinggi, hubungan yang penuh perhatian, dan penggalian informasi yang produktif. Akan tetapi, menciptaka komunitas belajar yang produktif  sama  sekali  bukan  tugas  yang  mudah,  dan  juga  tidak  ada  resep  mudah  yang akan memastikan keberhasilannya. Komunitas belajar yang produktif tidak terjadi secara otomatis. Komunitas semacam itu membutuhkan banyak kerja keras dari pihak guru.

1.         Perspektif tentang Kelas sebagai Komunitas Belajar

     Dilema yang sama juga ada di kelas.  Kita  menemukan situasi bahwa,  di satu sisi,  kita ingin  membangun  komunitayang  memberikan  dorongan,  keamanan,  dan  dukungan bagi  individu-individu  pelajar.  John  Dewey (1916)  bertahun-tahun  yang  lalu  melihat bahwa anak-anak belajar selama mereka berpartisipasi di  berbagai lingkup sosial. Yang lebih  mutakhir,  para  pakar  seperti  Jerome  Bruner(1996)  dan  Vygotsy  (1978,1994) mengatakan bahwa orang menciptakan makan dari hubungan dan keanggotaan di budaya tertentu Jadi kelompok  dan  komunitas  belajar  menjadi  salah  satu    aspek  penting pembelajaran.  Di satu pihak,  kehidupan kelompok dapat membatasi inisiatif individual dan  mendukung  norma-norma  yang  berlawanan  dengan  kreativitas  dan  pembelajaran akademik.  Marilah  kita  lihat  lebih  dekat  hubungan  antara  kedua  fitur  kehidupa kelas ini.
Konsep learning community  (komunitas belajar) adalah faktor terpenting dalam dimensi sosia kehidupa kelas Komunita belajar,   bila   diperbandingka denga sekadar sekumpulan  individu,  adala Setting  tempat  individu-individu  dalam  komunitas  it u memiliki   tujua bersama memiliki   hubunga bersama da saling   menunjukkan kepedulian  terhadap  satu  sama  lain.  Di  sinilah  tempat  orang -orang  yang  memiliki kecendrungan  dan  norma  yang  sama  untuk  merasakan  dan  bertindak  dengan  cara tertentu. Mengembangkan komunitas belajar produktif dengan fitur -fitur seperti ini bukan tugas yang  mudah.  Akan  tetapi,  bagi  guru,  memenuhi  tantangan  ini  adalah  aspek  paling rewarding dalam pekerjaannya.

2.     Fitur-Fitur Komunitas Belajar

Tiga  ide  dasar  dapat  membantu  kita  untuk  memahami  kompleksitas  kelas  dan  akan memberikan pedoman tentang bagaimana cara membangun komunitas belajar yang lebih produktif.   Ketig dimensi   ini   ditunjukka dala gamba yang   diikuti   dengan deskripsinya masing -masing.

                   Properti Kelas                                                           Proses Kelas


Kelas dan Komunitas
a


Kelas dan Komunitas
a

Gambar. Tiga Dimensi Kelas

Propertis   kelas Sala satu   car untuk   memikirka tentang   kela adala dengan melihatnya  sebagai  sebua sistem  ekologis   yang  setiap  warganya  (guru  dan  siswa) berinteraksi di lingkungan terten tu (kelas) dengan maksud mengerjakan berbagai kegiatan dan tugas yang berharga. Dengan menggunakan perspektif ini untuk mempelajari kelas, Walter Doyle(1986) menyatakan bahwa kelas memiliki enam properti yang membuatnya menjadi sistem yang kompleks yang  demanding (banyak menuntut).

Multidimensionality.  Hal  ini menunjukkan  pada kenyataan  bahwa  kelas adalah  tempat yang dipenuhi dengan beberapa orang dengan berbagai latar belakang kepentingan,  dan kecakapan berkompetensi yang berbeda -beda.

Simultaneity.   Sembari   membantu   seorang   siswa   selam mengerjakan seatwork (deskwork  =  tugas  siswa  dikelas) -nya,  seorang  guru  harus  memantau  seluruh  kelas, menangani interupsi, dan selalu memerhatikan waktu.

Immediacy   (kesegeraan).   Properti   penting   ketig dala kehidupa kel a adalah perubahan yang cepat dari satu kejadian ke kejadian lain dan dampak langsung nya pada kehidupan guru dan siswa.

Unpredictability   (tida dapa diprediksi).   Kejadian -kejadia di   kela tida hanya menuntut  perhatian  segera,  tetapi  mungkin  juga  terj adi  di  luar  perkiraan  dan  hasilnya tidak dapat diprediksi.

Publicness  (keterbukaan).  Di  banyak  lingkungan  pekerjaan,  di  sebagian  besar  waktu orang-orang bekerja sendiri atau hanya dengan beberapa orang saja.

History  (sejarah).  Kelas  dan  partisipasinya  secara  gradual  berubah  menjadisebuah komunitas yang memiliki sejarah yang sama.

Proses Kelas.  Richard  Schmuck  dan  Patricia Schmuck (2001)  mengembangkan  sebuah kerangka  kerja  yang  agak  berbeda  untuk  melihat  kelas.  Mereka  menyoroti  pentingnya proses interpersonal dan proses kelompok di kelas. Keduanya  percaya  bahwa  komunitas  belajar  positif  diciptakan  oleh  guru  bila  guru mengajarkan berbagai keterampilan interpersonal dan proses kelompok yang penting dan bila  mereka  membantu  kelasnya  untuk  dapat  berkembang  s ebagai  kelompok.  Schmuck da schmuc mengidentifikasi   enalm   prose kelompok   yang    bil bekerja   secara berkaitan satu sama lain, menghasilkan komunitas kelas yang positif.

Komunitas.  Kebanyakan  interaksi  kelas  ditandai  oleh  komunitas  verbal  dan  nonverbal da merupaka prose resiprokal Schmuc da schmuc menganjurka proses komunikasi   yang   terbuka   da hidup   da diserta keterlibata yan tingg oleh partisipannya.

Persahabatan  dan Kohessivitas.  Proses  ini  melibatkan  sejauh  mana  orang -orang  yang ada dalam kelas saling menghormati dan menghargai satu sama lain dan bagaimana pola - pola  pertemanan  /  persahabatan  dalam  kelas  mempengaruhi  iklim  dan  pembelajaran. Proses  ini  semakin  dianggap  penting  karena  para  peneliti,  seperti  Wentzel,  Barry,  dan Caldwell  (2004)  menunjukkan  dalam  sebuah  studi  mutakhir  bahwa  para  siswa  sekolah menenga yang   tida memiliki   tema menunjukka perilaku   prososial prestasi akademik, dan distres 1  emosional yang lebih rendah. Schmuck dan Schmuck mendorong guru  untuk  menciptakan  lingkunga n  kelas  yang  ditandai  dengan  adanya  kelompok - kelompok  sebaya  yang  bebas  klik,  dan  tidak  ada  siswa  yang  berada  di  luar  struktur pertemanan.

Ekspektasi.  Di  kelas,  orang-orang  memiliki  ekspektasi  terhadap  satu  sama  lain  dan terhadap  dirinya  sendiri.  Schmuck  dan  schmuck  tertarik  dengan  bagaimana  ekspektasi - ekpektasi   itu   menjadi   terpola   seiring   perjalana waktu   da bagaiman mereka mempengaruhi iklim kelas dan pembelajaran.

Norma.  Norma adalah ekspektasi bersama yang dimiliki siswa dan guru untuk perilaku kelas.  Schmuck  dan  Schmuck  menghargai  kelas  yang  memiliki  norma -norma  yang mendukung keterlibatan siswa yang tinggi dalam tugas -tugas akademik, tetapi sekaligus juga mendorong hubungan interpersonal yang positif dan adanya tujuan bersama.

Kepemimpinan. Proses ini mengacu pada bagaimana kekuasaan dan pengaruh diberikan di kelas dan dampaknya pada interaksi dan kohesivitas kelompok. Schmuck dan schmuck melihat kepemimpinan sebagai proses interpersonal dan bukan sebagai ciri seseorang, dan mereka mendorong agar kep emimpinan itu dibagi dalam kelompok -kelompok yang ada di kelas.

Konflik. Konflik terjadi di lingkungan manapun, dan kelas bukan pengecualian dalam hal ini.  Guru  didorong  untuk  mengembangkan  kelas  tempat  konflik  ditengarai  dan  proses yang menyebabkan konfl ik ditangani dan diatasi secara produktif.

Struktur  Kelas.  Struktur  Kelas  adalah  bagaimana  kelas  diorganisasikan  di  seputar tugas-tugas  dan  partisipasi  belajar  dan  bagaimana  tujuan  reward  ditetapkan .  Struktur yang  membentuk  kelas  dan  tuntutan  pelajaran  t ertentu  terhadap  siswa  menawarkan perspektif lain tentang kelas. Peneliti -Peneliti seperti Gump (1967), Kounin (1970), dan, yang  lebih  mutakhir,  Doyle  (1986,  1990),Doyle  dan  Carter  (1984),  dan  Kaplan,  Gheen dan Migley (2002) percaya bahwa perilaku di kelas  sebagian merupakan respons terhadap struktur  dan  tuntutan  kelas.  Pandangan  tentang  kelas  ini  sangat  memerhatikan  struktur yang  ada  di  dalam  kelas  dan  berbagai  kegiatan  dan  tugas  yang  diperintahkan  kepada
siswa untuk dikerjakan selama pelajaran tertentu.

Struktur  Tugas.  Tugas  sosial  dan  akademik  yang direncanakan  oleh  guru  menentukan jenis pekerjaan yang dilaksanakan siswa di kelas.  Dalam contoh ini, tugas kelas mengacu pada  apa  yang  diharapkan  dari  siswa  dan  tuntutan  kognitif  dan  sosial  yang  dibebankan untuk  menyelesaikan  tugas  itu.  Di  lain  pihak kegiatan  kelas   adalah  hal-hal  yang dikerjakan  siswa,  yang  dapat  diobservasi:  partisipasi  dalam  diskusi,  bekerja  dengan siswa-siswa lain dalam kelompok -kelompok kecil, mengerjakan  seatwork, mendengarkan keterangan  guru,  dan  sebagainya.  Tugas  dan  kegiatan  kelas  bukan  hanya  membantu membentuk  perilaku  guru  dan  siswa,  tetapi  juga  membantu  menentukan  apa  yang dipelajari siswa.

Task structure  (struktur tugas) berbeda sesuai kegiatan yang dituntut oleh stratedi atau model pengajaran tertentu yang digunakan oleh guru. Pelajaran yang diorganisasikan di seputar lecture (ceramah) memiliki tuntutan yang jauh berbeda dibanding pelajaran yang diorganisasikan  di  seputar  diskusi  kelompk  kecill.  Tuntutan  terhadap  siswa  selama periode diskusi juga berbeda dengan yang dikaitkan dengan  seatwork.

Struktur Tujuan dan Reward.  Struktur kelas tipe kedua adalah bagaimana tujuan dan reward distrukturisasikan.

Goal   Structures   (struktur   tujuan)    menyebutkan  tipe    interdependensi (saling ketergantungan)  yang  dibutuhkan  dari  siswa  ketika  mereka  berusaha  menyelesaikan tugas-tugas belajar-hubungan antarsiswa dan antara individu dak kelompok. Jhonson dan Johnson (1999) dan Slavin (1995) mengidentifikasi tiga struktur tujuan yang berbeda :

Cooperative  goal  structure  (struktur  tujuan  kooperatif)  ada  bila  siswa  mempersepsi bahwa  mereka  dapamencapai  tujuan  mereka  jika,  dan  hanya  jika,  siswa-siswa  lain dengan siapa dirinya bekerja bersama-sama, juga dapat meraih tujuan itu.

Competitive  Goal  Structure  (Struktur  tujuan  kompetitif)  ada  bila  siswa  mempersepsi bahwa mereka dapat meraih tujuannya hanya bila siswa-siswa lainnya.

Perspektif  sosiokultural.   Perspektif  terakhir  dan  paling  kontemporer  tentang  kelas sebagai  komunitas  belajar berasal  dari  para  teor etisi  sosiokultural  dan  para  pereformasi sekolah yang sangat dipengaruhi oleh Dewey, Piaget, dan Vygotsky.
Oakes  dan  Lipton  (2003)  merangkum  perspektif  sosiokultural  ini.  Mereka  mengatakan bahwa  pedagogi  yang  terkait  dengan  perspektif  ini  tidak  dapat  diterjemahkan  menjadi seperangkat praktik yang terbukti paling baik, tetapi berevolusi dari kualitas hubungan belajar antara guru dan siswa dan bahwa praktik tidak dapat dinilai secara terpisah dari pengetahuan kultural yang dibawa siswa ke sekolah”. Tetapi, Oakes dan Lipton mengemukakan sejumlah pedoman, yang tidak terlalu berbeda dengan  yang  dideskripsikan  oleh  Schmuck  dan  Schmuck,  yang  dapat  digunakan  oleh guru untuk mengkonstruksikan komunitas belajar yang autentik dan adil secara sosial :
a Guru dan siswa yakin bahwa setiap orang dapat belajar dengan baik;
b)   Pelajarannya bersifat aktif, multidimensional, dan sosial;
c Hubungannya penuh perhatian dan saling tergantung (interdependen);
d)   Ucapan dan tindakan yang ada adil secara sosial;
e Assesmen autentik meningkat kan pembelajaran.

Strategi  untuk  Memotivasi  Siswa  dan  Membangun  Komunitas  Belajar yang Produktif

Membangun komunitas belajar yang produktif dan memotivasi siswa agar terlibat dalam kegiatan belajar yang bermakna adalah tujuan utama pengajaran. Strategi -strategi untuk mencapai situasi kelas semacam ini akan dideskripsikan di bagian -bagian berikut ini.

1)  Meyakini  Kapabilitas  Siswa  dan  Memusatkan  Perhatian  pada  Faktor -Faktor yang Dapat Diubah
Ada  banyak  hal  yang  dibawa  siswa  ke  sekolah,  yang  tidak  dapat  banya diubah  oleh guru.  Sebagai  contoh,  guru  hanya  memiliki  sedikit  pengaruh  pada  kepribadian  dasar siswa, kehidupan di rumahnya, atau pengalaman masa kecilnya.
Hal-hal terpenting yang dapat dikontrol guru adalah sikapnya sendiri terhadap siswa dan keyakinan  tentang  mereka,  khususnya  keyakinan  tentang  siswa  yang  berasal  dari  latar belakang yang berbeda dengan dirinya sendiri. Meyakini bahwa setiap anak dapat belajar dan  bahwa  setiap  anak  melihat  dunia  melalui  kaca  mata  kulturalnya  sendiri  dapat memindahkan  beban  tingkat  keterlibatan  yang  rendah  dan  prestasi  yang  rendah  akibat latar belakang siswa ke tempat yang seharusnya -kelas dan sekolah yang tidak memahami tentang itu.

2)  Menghindari Penekanan -Berlebihan pada Motivasi Ekstrinsik
Kebanyakan  guru  pemula  tahu  banya k  tentang  cara  menggunaka motivasi  ekstrinsik karena  banyak  id commonsense   tentan  perilaku  manusia  menyandarkan  diri  apda prinsip-prinsip  penguatan,  khususnya  prinsip  memberikan  hadiah  eksternal  (penguatan positif) untuk mendapatkan perilaku yang diingi nkan dan menggunakan hukuman untuk menghentikan perilaku yang tidak diinginkan.
Nilai  yang  baik,  pujian,  piagam  penghargaan  adalah  hadiah  ekstrinsik  yang  digunakan oleh guru untuk membuat siswa -siswanya belajar atau berperilaku dengan cara tertentu. Nilai buruk, teguran, dan penahanan (misalnya, tidak membolehkan keluar kelas selama jam istirahat) diterapkan untuk menghukum perilaku yang tidak diinginkan.

3)  Menciptakan Situasi Belajar yang Memiliki  Feeling Tone Positif
Teori  kebutuhan  dan  atribusi  yang  terk ait  dengan  motivasi  menekankan  pentingnya membangun  lingkungan  belajar yang menyenangkan,  tidak  berbahaya,  dan  aman,  yang sampai  tingkat  tertentu  siswa  memiliki  self-determination  dan  bertanggung  jawab  atas pembelajarannya sendiri.
Orientasi  belajar  secara  keseluruhan  dan  warna kelas  sangat  penting.  Seperti  yang terobservasi dalam studi -studi yang dirangkum di bagian sebelumnya, sikap dan orientasi guru terhadap situasi belajar terentu memiliki pengaruh yang cukup besar pada respons siswa terhadap berbaga i situasi belajar. Sebagian peneliti (misalnya, Hunter, 1982, 1995) menggunakan istilah  Feeling Tone  untuk mendeskripsikan aspek lingkungan belajar ini dan  memberikan  contoh -contoh  hal-hal  sederhana  yang  dapat  diucapkan  guru  untuk membangun sebuah feeling tone yang positif, netral, atau negatif :
Positif  :   Kau pintar mengarang cerita, saya tidak sabar untuk segera
Membacanya.”
NegatifKarangan itu harus selesai, kalau tidak kamu tidak boleh keluar makan
Siang.”
Netral  :   Kalau belum selesai, jang an khawatir, masih banyak waktu untuk
Menyelesaikannya.”

4)Penyandaran Diri pada Minat dan Nilai -Nilai Instrinsik Siswa
Teori  Kebutuhan  dan  Motivasi  menekankan  pada  pentingnya  menggunakan  motivasi intrinsik dan penyandaran diri pada minat dan keingintah uan siswa sendiri. Guru dapat melakukan  sejumlah  hal  untuk  mengaitkan  bahan  dan  kegiatan  belajar  dengan  minat siswa, misalnya :
a)  Mengaitkan pelajaran dengan kehidupan siswa.  Temukan hal-hal yang menjadi minat atau keingintahuan siswa, misalnya musik pop dan  kaitkan minat ini dengan topik yang sedang dipelajari ( Mozart, misalnya).
b)  Menggunakan    nama     siswa.      Menggunakan     nama      siswa membantu mempersonalisasikan  pembelajaran  dan  menarik  perhatiannya.  Sebagai  contoh, Anggap  saja  bahwa  Maria  sedang  mempresentasikan argumen  untuk  memilih teman,  dan  Charles  inging  menantang  pendapatnya......,”  atau  Jhon  memiliki pigmentasi yang lazim dikaitkan dengan ras -ras Nordic, sementara Roseanne lebih tipikal Latino.”
c)  Membuat bahan pelajaran yang hidup” dan baru.  Guru dapat mengatakan hal-hal yang   biasa menjadi hidup” dan baru bagi siswa. Sebagai Contoh : Ketika kalian memesan  milkshake  Mc-Donald  kesukaan  kalian,  minumkan  itu  tidak  akan  cair meskipun  kalian  memanaskannya  dalam  oven.  Itu  adalah  akibat  emulsifier  yang terbuat dari algae (ganggang) yang sedang kita pelajari saat ini,”atau Anggap saja kalian  percaya  reinkarnasi.  Di  kehidupan  yang  akan  datang,  apa  yang  nanti  perlu kalian lakukan untuk memenuhi hal yang belum terpuaskan pada kehidupan kalian saat ini?.

5)  Menstrukturisasikan Pembelajaran untuk Mendapatkan FlowExperience
Sekolah dan guru dapat menstrukturisasikan berbagai kegiatan untuk menekankan nilai intrinsiknya sehingga siswa dapat benar -benar terlibat dan mengalami semacam  flow” seperti  yang  telah  dideskripsi kan  sebelumnya.  Akan  tetapi,  keterlibatan  total  semacam itu,  menurut  Csikszenthmihalyi,  hanya  mungkin  terjadi  pada  pengalaman  belajar  yang memiliki karakteristik tertentu.
Menciptakan  flow barangkali  tidak  semudah  kelihatannya,  khususnya  di  kelas  yang beragam  secara  kultural  dan  bahasa.  Sebagai  contoh,  kegiatan  belajar  yang  mungkin tampak menarik dan menantang bagi guru sekolah menengah mungkin tidak ada artinya bagi siswa dengan latar belakang kultural lain yang baru belajar Bahasa Inggris. Tanpa membuat  hubungan  yang  berarti  dengan  siswa  guru  dapat  dibuat  frustrasi  dengan kurangnya keterlibatan siswa dan siswa merasa bahwa suara mereka tidak didengarkan.

6)  Menggunakan  Pengetahuan  tentang  Hasil  dan  Jangan  Mencari -Cari  Alasan untuk Kegagalan Feedback
(umpan-balik)  yang  juga  disebut  knowledge  of  result  (pengetahuan  tentang hasil)  untuk  kinerja  yang  baik  memberikan  motivasi  intrinsik.  Umpan –balik untuk kinerja  yang  buruk  memberikan  informasi  yang  dibutuhkan  siswa  untuk  memperbaiki diri.  Kedua  tipe  umpan -balik  ini  merupakan  faktor  motivasional  penting.  Agar  efektif umpan  balik  harus  lebih  spesifik  dan  segera  dibanding  rapor  yang  dibuat  guru  setiao enam atau sembilan minggu.

7)  Memusatkan  Perhatian  pada  Kebutuhan  Siswa,  Termasuk  Kebutuhan akan Self-Determination
Kebutuhan  akan  pengaruh  dan  self-determination  terpuaskan  bila  siswa  merasa  bahwa merek memiliki   kekuasaa tertentu   ata dapa menyataka pendapatny tentang lingkungan  kelas  dan  tugas  belajarnya.  Cheryl  Spaulding  (1992)  mencetuskan  sebuah cerita menarik tentang betapa pentingnya pilihan dan  self-determination bagi kebanyakan orang.

8)  Memusatkan  Perhatian  pada  Struktur  Tujuan  Belajar  dan  Taraf Kesulitan Tugas-Tugas Instruksional
Teori belajar sosial mengingatkan kita tentang pentingnya cara menstrukturisas ikan dan melaksanakan tujuan dan tugas belajar.  Dua aspek tujuan dan tugas belajar seharusnya dipertimbangkan, yakni : struktur tujuan dan taraf kesulitan tugas.

9)  Menggunakan Tugas -Tugas Multidimensional
Menurut Elizabeth Cohen, tugas multidimensional adal ah tugas yang :
a Secara intrinsik menarik, rewarding, dan menantang;
b) Memasukkan lebih dari satu jawaban atau lebih dari satu cara untuk menyelesaikan masalah;
c Memungkinkan siswa yang berbeda memberikan kontribusi yang berbeda;
d)   Melibatkan berbagai medium unt uk melibatkan indra penglihatan, pendengaran, dan perabaan;
e Membutuhkan beragam keterampilan dan perilaku;
f)   Menuntut untuk membaca dan menulis.

B.   STRATEGI PEMBELAJARAN
Strategi pembelajaran adalah cara-cara yang akan digunakan oleh pengajar untuk memilih strategi kegiatan belajar yang akan digunakan sepanjang proses pembelajaran. Pemilihan tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan situasi dan kondisi, sumber belajar, kebutuhan dan karakteristik peserta didik yang dihadapi dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran tertentu.

1. Batasan Strategi, Metode, dan Teknik Pembelajaran
Dalam proses pembelajaran dikenal beberapa istilah yang memiliki kemiripan makna, sehingga seringkali orang merasa bingung untuk membedakannya.
Istilah-istilah tersebut adalah: (a). pendekatan pembelajaran, (b) strategi pembelajaran, (c) metode pembelajaran; (d) teknik pembelajaran; (e) taktik pembelajaran; dan (f) model pembelajaran. Berikut ini akan dipaparkan istilah-istilah tersebut, dengan harapan dapat memberikan kejelasaan tentang penggunaan istilah tersebut.
a.      Pendekatan Pembelajaran
Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginsiprasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu. Dilihat dari pendekatannya, pembelajaran terdapat dua jenis pendekatan, yaitu: (1) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada siswa (student centered approach) dan (2) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada guru (teacher centered approach). Pendekatan yang berpusat pada guru (teacher-centred approaches) menurunkan strategi pembelajaran langsung (direct instruction), pembelajaran deduktif atau pembelajaran ekspositori. Sedangkan pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa menurunkan strategi pembelajaran discovery dan inkuiri serta strategi pembelajaran induktif.

b.      Strategi Pembelajaran
Kemp mengemukakan bahwa strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Dilihat dari strateginya, pembelajaran dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian pula, yaitu: (1) exposition-discovery learning dan (2) group-individual learning (Rowntree). Dalam strategi exposition, bahan pelajaran disajikan kepada siswa dalam bentuk jadi dan siswa dituntut untuk menguasai bahan tersebut. Sebagaimana yang dikutip oleh Wina, Roy Killen menyebutnya dengan strategi pembelajaran langsung (direct instruction). Mengapa dikatakan strategi pembelajaran langsung? Sebab dalam strategi ini, materi pelajaran disajikan begitu saja kepada siswa; siswa tidak dituntut untuk mengolahnya. Kewajiban siswa adalah menguasainya secara penuh. Dengan demikian, dalam strategi ekspositori guru berfungsi sebagai penyampai informasi. Berbeda dengan strategi discovery. Dalam strategi ini bahan pelajaran dicari dan ditemukan sendiri oleh siswa melalui berbagai aktivitas, sehingga tugas guru lebih banyak sebagai fasilitator dan pembimbing bagi siswanya. Karena sifatnya yang demikian strategi ini sering juga dinamakan strategi pembelajaran tidak langsung. Strategi belajar individual dilakukan oleh siswa secara mandiri. Kecepatan, kelambatan, dan keberhasilan pembelajaran siswa sangat ditentukan oleh kemampuan individu siswa yang bersangkutan. Bahan pelajaran serta bagaimana mempelajarinya didesain untuk belajar sendiri. Contoh dari strategi pembelajaran ini adalah belajar melalui modul, atau belajar bahasa melalui kaset audio.
Berbeda dengan strategi pembelajaran individual, belajar kelompok dilakukan secara beregu. Sekelompok siswa diajar oleh seorang guru atau beberapa orang guru. Bentuk belajar kelompok itu bisa dalam pembelajaran kelompok besar atau pembelajaran klasikal; atau bisa juga siswa belajar dalam kelompok-kelompok kecil semacam buzz group. Strategi kelompok tidak memperhatikan kecepatan belajar individual. Setiap individu dianggap sama. Oleh karena itu, belajar dalam kelompok dapat terjadi siswa yang memiliki kemampuan tinggi akan terhambat oleh siswa yang mempunyai kemampuan biasa-biasa saja; sebaliknya siswa yang memiliki kemampuan kurang akan merasa tergusur oleh siswa yang mempunyai kemampuan tinggi.
Ditinjau dari cara penyajian dan cara pengolahannya, strategi pembelajaran juga dapat dibedakan antara strategi pembelajaran deduktif dan strategi pembelajaran induktif.
Strategi pembelajaran deduktif adalah strategi pembelajaran yang dilakukan dengan mempelajari konsep-konsep terlebih dahulu untuk kemudian dicari kesimpulan dan ilustrasi-ilustrasi; atau bahan pelajaran yang dipelajari dimulai dari hal-hal yang abstrak, kemudian secara perlahan-lahan menuju hal yang konkrit. Strategi ini disebut juga strategi pembelajaran dari umum ke khusus.
Sebaliknya, dengan strategi induktif, pada strategi ini bahan yang dipelajari dimulai dari hal-hal yang konkrit atu contoh-contoh yang kemudian secara perlahan siswa dihadapkan pada materi yang kompleks dan sukar. Strategi ini kerap dinamakan strategi pembelajaran dari khusus ke umum.
Pembelajaran pada dasarnya adalah proses penambahan informasi dan kemampuan baru. Ketika kita berpikir informasi dan kemampuan apa yang harus dimiliki oleh siswa, maka pada saat itu juga kita semestinya berpikir strategi apa yang harus dilakukan agar semua itu dapat tercapai secara efektif dan efisien. Ini sangat penting untuk dipahami, sebab apa yang harus dicapai akan menentukan bagaimana cara mencapainya.

Sebelum menentukan strategi pembelajaran yang dapat digunakan, ada beberapa pertimbangan yang harus diperhatikan:
a.       Pertimbangan yang berhubungan dengan tujuan yang ingin dicapai.
Pertanyaan-pertanyaan yang dapat diajukan adalah:
1)      Apakah tujuan pembelajaran yang ingin dicapai berkenaan dengan aspek kognitif, afektif, atau psikomotor ?
2)      Bagaimana kompleksitas tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, apakah tingkat tinggi atau tingkat rendah ?
3)      Apakah untuk mencapai tujuan itu memerlukan keterampilan akademis ?
b.      Pertimbangan yang berhubungan dengan bahan atau materi pembelajaran:
1)      Apakah materi pelajaran itu berupa fakta, konsep, hukum, atau teori tertentu ?
2)      Apakah untuk mempelajari materi pembelajaran itu memerlukan prasyarat tertentu atau tidak ?
3)      Apakah tersedia buku-buku sumber untuk mempelajari materi itu ?
c.       Pertimbangan dari sudut siswa:
1)      Apakah strategi pembelajaran sesuai dengan tingkat kematangan siswa ?
2)      Apakah strategi pembelajaran itu sesuai dengan minat, bakat, dan kondisi siswa ?
3)      Apakah strategi pembelajaran itu sesuai dengan gaya belajar siswa ?
d.      Pertimbangan-pertimbangan lainnya:
1)      Apakah untuk mencapai tujuan hanya cukup dengan satu strategi saja ?
2)      Apakah strategi yang kita tetapkan dianggap satu-satunya strategi yang dapat digunakan ?
3)      Apakah strategi itu memiliki nilai efektivitas dan efisiensi ?

Dari berbagai pertanyaan di atas, merupakan bahan pertimbangan dalam menetapkan strategi yang ingin diterapkan. Misalkan untuk mencapai tujuan yang berhubungan dengan aspek kognitif, akan memiliki strategi yang berbeda dengan upaya untuk mencapai tujuan yang berhubungan dengan aspek afektif atau aspek psikomotor, dll.

c.       Metode Pembelajaran
Metode pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran. Terdapat beberapa metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengimplementasikan strategi pembelajaran, diantaranya:

(1) ceramah;
ceramah dilakukan dengan ditujukan sebagai pemicu terjadinya kegiatan yang partisipatif (curah pendapat, diskusi, penugasan, studi kasus, dll). Selain itu, ceramah yang dimaksud disini adalah ceramah yang cenderung interaktif, yaitu melibatkan siswa melalui adanya tanggapan balik atau perbandingan dengan pendapat dan pengalaman siswa. Media pendukung yang digunakan, seperti bahan serahan (handouts), transparansi yang ditayangkan dengan OHP, bahan presentasi yang ditayangkan dengan LCD, tulisan-tulisan di kartu metaplan dan/kertas plano, dll.
Ceramah

 (2) demonstrasi;
Demonstrasi adalah metode yang digunakan untuk membelajarkan peserta
dengan cara menceritakan dan memperagakan suatu langkah-langkah
pengerjaan sesuatu. Demonstrasi merupakan praktek yang diperagakan kepada
peserta. Karena itu, demonstrasi dapat dibagi menjadi dua tujuan: demonstrasi
proses untuk memahami langkah demi langkah; dan demonstrasi hasil untuk
memperlihatkan atau memperagakan hasil dari sebuah proses.Biasanya, setelah
demonstrasi dilanjutkan dengan praktek oleh peserta sendiri. Sebagai hasil,
peserta akan memperoleh pengalaman belajar langsung setelah melihat,
melakukan, dan merasakan sendiri. Tujuan dari demonstrasi yang dikombinasikan
dengan praktek adalah membuat perubahan pada rana keterampilan.
Demonstrasi
(3) Diskusi;
Diskusi Umum (Diskusi Kelas)
Pengertian
Metode ini bertujuan untuk tukar menukar gagasan, pemikiran, informasi/
pengalaman diantara peserta, sehingga dicapai kesepakatan pokok-pokok pikiran
(gagasan, kesimpulan). Untuk mencapai kesepakatan tersebut, para peserta
dapat saling beradu argumentasi untuk meyakinkan peserta lainnya. Kesepakatan
pikiran inilah yang kemudian ditulis sebagai hasil diskusi. Diskusi biasanya
digunakan sebagai bagian yang tak terpisahkan dari penerapan berbagai metode
lainnya, seperti: penjelasan (ceramah), curah pendapat, diskusi kelompok,
permainan, dan lain-lain.

New+Picture+%281%29 
Curah Pendapat (Brain Storming)

New+Picture+%282%29
Pengertian
Metode curah pendapat adalah suatu bentuk diskusi dalam rangka menghimpun
gagasan, pendapat, informasi, pengetahuan, pengalaman, dari semua peserta.
Berbeda dengan diskusi, dimana gagasan dari seseorang dapat ditanggapi
(didukung, dilengkapi, dikurangi, atau tidak disepakati) oleh peserta lain, pada
penggunaan metode curah pendapat pendapat orang lain tidak untuk ditanggapi.
Tujuan curah pendapat adalah untuk membuat kompilasi (kumpulan) pendapat,
informasi, pengalaman semua peserta yang sama atau berbeda. Hasilnya
kemudian dijadikan peta informasi, peta pengalaman, atau peta gagasan (mindmap)
untuk menjadi pembelajaran bersama.

Diskusi Kelompok

Diskusi+Kelompok
Pengertian
Sama seperti diskusi, diskusi kelompok adalah pembahasan suatu topik dengan
cara tukar pikiran antara dua orang atau lebih, dalam kelompok-kelompok kecil,
yang direncanakan untuk mencapai tujuan tertentu. Metode ini dapat
membangun suasana saling menghargai perbedaan pendapat dan juga
meningkatkan partisipasi peserta yang masih belum banyak berbicara dalam
diskusi yang lebih luas. Tujuan penggunaan metode ini adalah mengembangkan
kesamaan pendapat atau kesepakatan atau mencari suatu rumusan terbaik
mengenai suatu persoalan.Setelah diskusi kelompok, proses dilanjutkan dengan
diskusi pleno. Pleno adalah istilah yang digunakan untuk diskusi kelas atau diskusi
umum yang merupakan lanjutan dari diskusi kelompok yang dimulai dengan
pemaparan hasil diskusi kelompok.

Bermain Peran (Role-Play)

Bermain+Peran
Pengertian
Bermain peran pada prinsipnya merupakan metode untuk ‘menghadirkan’ peranperan
yang ada dalam dunia nyata ke dalam suatu ‘pertunjukan peran’ di dalam
kelas/pertemuan, yang kemudian dijadikan sebagai bahan refleksi agar peserta
memberikan penilaian terhadap . Misalnya: menilai keunggulan maupun
kelemahan masing-masing peran tersebut, dan kemudian memberikan saran/
alternatif pendapat bagi pengembangan peran-peran tersebut. Metode ini lebih
menekankan terhadap masalah yang diangkat dalam ‘pertunjukan’, dan bukan pada
kemampuan pemain dalam melakukan permainan peran.

(4) simulasi

Simulasi
Pengertian
Metode simulasi adalah bentuk metode praktek yang sifatnya untuk
mengembangkan ketermpilan peserta belajar (keterampilan mental maupun
fisik/teknis). Metode ini memindahkan suatu situasi yang nyata ke dalam
kegiatan atau ruang belajar karena adanya kesulitan untuk melakukan praktek di
dalam situasi yang sesungguhnya. Misalnya: sebelum melakukan praktek
penerbangan, seorang siswa sekolah penerbangan melakukan simulasi
penerbangan terlebih dahulu (belum benar-benar terbang). Situasi yang dihadapi
dalam simulasi ini harus dibuat seperti benar-benar merupakan keadaan yang
sebenarnya (replikasi kenyataan).Contoh lainnya, dalam sebuah pelatihan
fasilitasi, seorang peserta melakukan simulasi suatu metode belajar seakan-akan
tengah melakukannya bersama kelompok dampingannya. Pendamping lainnya
berperan sebagai kelompok dampingan yang benar-benar akan ditemui dalam
keseharian peserta (ibu tani, bapak tani, pengurus kelompok, dsb.). Dalam
contoh yang kedua, metode ini memang mirip dengan bermain peran. Tetapi
dalam simulasi, peserta lebih banyak berperan sebagai dirinya sendiri saat
melakukan suatu kegiatan/tugas yang benar-benar akan dilakukannya.

Sandiwara
New+Picture+%286%29
Pengertian
Metode sandiwara seperti memindahkan ‘sepenggal cerita’ yang menyerupai
kisah nyata atau situasi sehari-hari ke dalam pertunjukkan. Penggunaan metode ini
ditujukan untuk mengembangkan diskusi dan analisa peristiwa (kasus). Tujuannya
adalah sebagai media untuk memperlihatkan berbagai permasalahan pada suatu
tema (topik) sebagai bahan refleksi dan analisis solusi penyelesaian masalah.
Dengan begitu, rana penyadaran dan peningkatan kemampuan analisis
dikombinasikan secara seimbang.

(5) laboratorium
(6) pengalaman lapangan
Praktek Lapangan

New+Picture+%288%29
Pengertian
Metode praktik lapangan bertujuan untuk melatih dan meningkatkan kemampuan
peserta dalam mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilan yang
diperolehnya. Kegiatan ini dilakukan di ‘lapangan’, yang bisa berarti di tempat
kerja, maupun di masyarakat. Keunggulan dari metode ini adalah pengalaman
nyata yang diperoleh bisa langsung dirasakan oleh peserta, sehingga dapat
memicu kemampuan peserta dalam mengembangkan kemampuannya. Sifat
metode praktek adalah pengembangan keterampilan
Permainan (Games)

Permainan
Pengertian
Permainan (games), populer dengan berbagai sebutan antara lain pemanasan
(ice-breaker) atau penyegaran (energizer). Arti harfiah ice-breaker adalah
‘pemecah es’. Jadi, arti pemanasan dalam proses belajar adalah pemecah situasi
kebekuan fikiran atau fisik peserta. Permainan juga dimaksudkan untuk
membangun suasana belajar yang dinamis, penuh semangat, dan antusiasme.
Karakteristik permainan adalah menciptakan suasana belajar yang menyenangkan
(fun) serta serius tapi santai (sersan). Permainan digunakan untuk penciptaan
suasana belajar dari pasif ke aktif, dari kaku menjadi gerak (akrab), dan dari jenuh
menjadi riang (segar). Metode ini diarahkan agar tujuan belajar dapat dicapai
secara efisien dan efektif dalam suasana gembira meskipun membahas hal-hal
yang sulit atau berat.Sebaiknya permainan digunakan sebagai bagian dari proses
belajar, bukan hanya untuk mengisi waktu kosong atau sekedar permainan.
Permainan sebaiknya dirancang menjadi suatu ‘aksi’ atau kejadian yang dialami
sendiri oleh peserta, kemudian ditarik dalam proses refleksi untuk menjadi
hikmah yang mendalam (prinsip, nilai, atau pelajaran-pelajaran). Wilayah
perubahan yang dipengaruhi adalah rana sikap-nilai.

d.      Teknik Pembelajaran
Teknik pembelajaran dapat diatikan sebagai cara yang dilakukan seseorang dalam mengimplementasikan suatu metode secara spesifik. Misalkan, penggunaan metode ceramah pada kelas dengan jumlah siswa yang relatif banyak membutuhkan teknik tersendiri, yang tentunya secara teknis akan berbeda dengan penggunaan metode ceramah pada kelas yang jumlah siswanya terbatas. Demikian pula, dengan penggunaan metode diskusi, perlu digunakan teknik yang berbeda pada kelas yang siswanya tergolong aktif dengan kelas yang siswanya tergolong pasif. Dalam hal ini, guru pun dapat berganti-ganti teknik meskipun dalam koridor metode yang sama.


2. Kriteria Pemilihan Strategi Pembelajaran
Strategi pembelajaran yang dipilih oleh guru selayaknya didasari pada berbagai pertimbangan sesuai dengan situasi, kondisi dan lingkungan yang akan dihadapinya.
Pemilihan strategi pembelajaran umumnya bertolak dari ;
a.       rumusan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan, 
b.      analisis kebutuhan dan karakteristik peserta didik yang dihasilkan, dan 
c.       jenis materi pelajaran yang akan dikomunikasikan.
A.Kozma dalam Gafur (1989) 
, Secara umum menjelaskan bahwa strategi pembelajaran dapat diartikan sebagai setiap kegiatan yang dipilih, yaitu yang dapat memberikan fasilitas atau bantuan kepada peserta didik menuju tercapainya tujuan pembelajaran tertentu.
Komponen strategi pembelajaran
1.      Kegiatan Pembelajaran Pendahuluan
Kegiatan pendahuluan sebagai bagian dari suatu sistem pembelajaran secara keseluruhan memegang peranan penting. 

2.      Penyampaian Informasi
Penyampaian informasi seringkali dianggap sebagai suatu kegiatan paling penting dalam proses pembelajaran, padahal bagian ini hanya merupakan salah satu komponen dari strategi pembelajaran. Artinya tanpa adanya kegiatan pendahuluan yang menarik atau dapat memotivasi peserta didik dalam belajar maka kegiatan penyampaian informasi ini menjadi tidak berarti.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penyampaian informasi adalah urutan, ruang lingkup danjenis materi.
a) Urutan penyampaian
b) Ruang lingkup materi yang disampaikan
c) Materi yang akan disampaikan
Materi pelajaran umumnya merupakan gabungan antara jenis materi yang berbentuk pengetahuan (fakta dan informasi yang terperinci), keterampilan (langkah-langkah, prosedur, keadaan dan syarat-syarat tertentu) dan sikap (berisi pendapat ide, saran atau tanggapan) (Kemp, 1977). Merril (1977, h.37) membedakan isi pelajaran menjadi 4 jenis yaitu fakta, konsep, prosedur dan prinsip.

3.      Partisipasi Peserta Didik
Berdasarkan prinsip student centered maka peserta didik merupakan pusat dari suatu kegiatan belajar. Dalam masyarakat belajar dikenal istilah CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif) yang diterjemahkan dari’ SAL (Student Active Learning) yang maknanya adalah bahwa proses pembelajaran akan iebih berhasil apabila peserta didik secara aktif melakukan latihan-latihan secara langsung dan relevan dengan tujuan pembelajaran yang sudah ditetapkan (Dick dan Carey, 1978, h 108).
Terdapat beberapa hal penting yang berhubungan dengan partisipasi peserta didik, yaitu:
a. Latihan dan praktek seharusnya dilakukan setelah peserta didik diberi informasi tentang suatu pengetahuan,sikap atau keterampiian tertentu. 
b. Umpan Balik
Segera setelah peserta didik menunjukkan perilaku tertentu sebagai hasil belajarnya, maka , guru memberikan umpan batik (feedback) terhadap hasil belajar tersebut. Melalui umpan balik yang diberikan oleh guru, peserta didik akan segera mengetahui apakah jawaban yang merupakan kegiatan yang telah mereka lakukan itu benar/atau salah, tepat/tidak tepat atau ada sesuatu yang perlu diperbaiki. 

4.      Tes
Serangkaian tes umum yang digunakan oleh guru untuk mengetahui
(a) apakah tujan pembelajaran khusus telah tercapai atau belum, dan
(b) apakah pengetahuan, sikap dan keterampilan telah benar-benar dimiliki oleh peserta didik atau belum.

5.      Kegiatan Lanjutan
Kegiatan yang dikenal dengan istilah follow up dari suatu hasil kegiatan yang telah dilakukan seringkali tidak dilaksanakan dengan baik oleh guru. Dalam kenyataannya, setiap kali setelah tes dilakukan selalu saja terdapat peserta didik yang berhasil dengan bagus atau di atas rata-rata :
a.               hanya menguasai sebagian atau cenderung di rata-rata tingkat penguasaan yang diharapkan dapat dicapai 
b.              Peserta didik seharusnya menerima tindak lanjut yang berbeda sebagai konsekuensi dari hasil belajar yang bervariasi tersebut.

Kriteria pemelihan strategi pembelajaran yang dapat digunakan dalam memilih strategi pembelajaran, yaitu:
1. Berorientasi pada tujuan pembelajaran
2. Pilih teknik pembelajaran sesuai dengan keterampilan yang diharapkan dapat dimiliki saat bekerja nanti  (dihubungkan dengan dunia kerja).
3. Gunakan media pembelajaran yang sebanyak mungkin memberikan rangsangan pada indera peserta didik. 

Gerlach dan Ely (1990, him 173) menjelaskan pola umum pemilihan strategi pembelajaran yang akan digambarkan melalui bagan berikut ini: pemilihan strategi pembelajaran yang didasari pada prinsip efisiensi, efektivftas, dan keterlibatan peserta didik.
1.      Efisiensi
Penggunaan strategi pembelajaran yang tepat dan pemilihan metode yang mendukung tercapainya tujuan yang telah ditetapkan.
2.      Efektivitas
Pada dasarnya efektivitas ditujukan untuk menjawab pertanyaan seberapajauh tujuan pembe¬lajaran telah dapat dicapai oleh peserta didik. Perlu diingat bahwa strategi yang paling efisien sekalipun tidak otomatis menjadi strategi yang efektif. 
3.      Keterlibatan Peserta Didik
Pada dasamya keteriibatan peserta didik dalam proses pembelajaran sangat dipengaruhi oleh tantangan yang dapat membangkitkan motivasinya dalam pembelajaran. Strategi pembelajaran yang besifat inkuiri pada umumnya dapat memberikan rangsangan belajar yang lebih intensif dibandingkan dengan strategi pembelajaran yang hanya bersifat ekspositori.

3. Strategi Kontekstual
Pendekatan kontektual(Contextual Teaching and Learning /CTL) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan mentransfer pengetahuan dari guru ke siswa. Strategi pembelajaran lebih dipentingkan daripada hasil.
Dalam kelas kontektual, tugas guru adalah membantu siswa mencapai tujuannya. Maksudnya, guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada memberi informasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas (siswa). Sesuatu yang baru datang dari menemukan sendiri bukan dari apa kata guru. Begitulah peran guru di kelas yang dikelola dengan pendekatan kontekstual 
Beberapa strategi pengajaran yang dapat dikembangkan oleh guru melalui pembelajaran kontekstual, antara lain:
1.      Pembelajaran berbasis masalah
Sebelum memulai proses belajar-mengajar di dalam kelas, siswa terlebih dahulu diminta untuk mengobservasi suatu fenomena terlebih dahulu. Kemudian siswa diminta untuk mencatat permasalahan-permasalahan yang muncul. Setelah itu, tugas guru adalah merangsang siswa untuk berpikir kritis dalam memecahkan masalah yang ada. Tugas guru adalah mengarahkan siswa untuk bertanya, membuktikan asumsi, dan mendengarkan perspektif yang berbeda dengan mereka.
2.      Memanfaatkan lingkungan siswa untuk memperoleh pengalaman belajar
Guru memberikan penugasan yang dapat dilakukan di berbagai konteks lingkungan siswa antara lain di sekolah, keluarga, dan masyarakat. Penugasan yang diberikan oleh guru memberikan kesempatan bagi siswa untuk belajar di luar kelas. Misalnya, siswa keluar dari ruang kelas dan berinteraksi langsung untuk melakukan wawancara. Siswa diharapkan dapat memperoleh pengalaman langsung tentang apa yang sedang dipelajari. Pengalaman belajar merupakan aktivitas belajar yang harus dilakukan siswa dalam rangka mencapai penguasaan standar kompetensi, kemampuan dasar dan materi pembelajaran.
3.      Memberikan aktivitas kelompok
Aktivitas belajar secara kelompok dapat memperluas perspektif serta membangun kecakapan interpersonal untuk berhubungan dengan orang lain. Guru dapat menyusun kelompok terdiri dari tiga, lima maupun delapan siswa sesuai dengan tingkat kesulitan penugasan.
4.      Membuat aktivitas belajar mandiri
Peserta didik tersebut mampu mencari, menganalisis dan menggunakan informasi dengan sedikit atau bahkan tanpa bantuan guru. Supaya dapat melakukannya, siswa harus lebih memperhatikan bagaimana mereka memproses informasi, menerapkan strategi pemecahan masalah, dan menggunakan pengetahuan yang telah mereka peroleh. Pengalaman pembelajaran kontekstual harus mengikuti uji-coba terlebih dahulu; menyediakan waktu yang cukup, dan menyusun refleksi; serta berusaha tanpa meminta bantuan guru supaya dapat melakukan proses pembelajaran secara mandiri (independent learning).
5.      Membuat aktivitas belajar bekerjasama dengan masyarakat
Sekolah dapat melakukan kerja sama dengan orang tua siswa yang memiliki keahlian khusus untuk menjadi guru tamu. Hal ini perlu dilakukan guna memberikan pengalaman belajar secara langsung dimana siswa dapat termotivasi untuk mengajukan pertanyaan. Selain itu, kerja sama juga dapat dilakukan dengan institusi atau perusahaan tertentu untuk memberikan pengalaman kerja. Misalnya meminta siswa untuk magang di tempat kerja.

6.      Menerapkan penilaian autentik
Dalam pembelajaran kontekstual, penilaian autentik dapat membantu siswa untuk menerapkan informasi akademik dan kecakapan yang telah diperoleh pada situasi nyata untuk tujuan tertentu. Menurut Johnson (2002: 165), penilaian autentik memberikan kesempatan luas bagi siswa untuk menunjukkan apa yang telah mereka pelajari selama proses belajar-mengajar. Adapun bentuk-bentuk penilaian yang dapat digunakan oleh guru adalah portfolio, tugas kelompok, demonstrasi, dan laporan tertulis.
Portfolio merupakan kumpulan tugas yang dikerjakan siswa dalam konteks belajar di kehidupan sehari-hari. Siswa diharapkan untuk mengerjakan tugas tersebut supaya lebih kreatif. Mereka memperoleh kebebasan dalam belajar. Selain itu, portfolio juga memberikan kesempatan yang lebih luas untuk berkembang serta memotivasi siswa. Penilaian ini tidak perlu mendapatkan penilaian angka, melainkan melihat pada proses siswa sebagai pembelajar aktif. Sebagai contoh, siswa diminta untuk melakukan survey mengenai jenis-jenis pekerjaan di lingkungan rumahnya.
Tugas kelompok dalam pembelajaran kontekstual berbentuk pengerjaan proyek. Kegiatan ini merupakan cara untuk mencapai tujuan akademik sambil mengakomodasi perbedaan gaya belajar, minat, serta bakat dari masing-masing siswa. Isi dari proyek akademik terkait dengan konteks kehidupan nyata, oleh karena itu tugas ini dapat meningkatkan partisipasi siswa. Sebagai contoh, siswa diminta membentuk kelompok proyek untuk menyelidiki penyebab pencemaran sungai di lingkungan siswa.
Dalam penilaian melalui demonstrasi, siswa diminta menampilkan hasil penugasan kepada orang lain mengenai kompetensi yang telah mereka kuasai. Para penonton dapat memberikan evaluasi pertunjukkan siswa. Sebagai contoh, siswa diminta membentuk kelompok untuk membuat naskah drama dan mementaskannya dalam pertunjukan drama.
Bentuk penilaian yang terakhir adalah laporan tertulis. Bentuk laporan tertulis dapat berupa surat, petunjuk pelatihan teknis, brosur, essai penelitian, essai singkat.
Menurut Brooks&Brooks dalam Johnson (2002: 172), bentuk penilaian seperti ini lebih baik dari pada menghafalkan teks, siswa dituntut untuk menggunakan ketrampilan berpikir yang lebih tinggi agar dapat membantu memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan penjabaran yang telah dikemukakan diatas, kurikulum berbasis kompetensi perlu dikembangkan supaya dapat diterapkan secara efektif di dalam proses belajar mengajar. Guru sebagai pelaksana kurikulum dapat menerapkan strategi pembelajaran kontekstual supaya dapat memberikan bentuk pengalaman belajar. Dengan demikian, siswa diharapkan dapat memiliki kecakapan untuk memecahkan permasalahan hidup sesuai dengan kegiatan belajar yang mengarahkan siswa untuk terlibat secara langsung dalam konteks rumah, masyarakat maupun tempat kerja.
Keberhasilan penerapan pembelajaran kontekstual perlu melibatkan berbagai pihak. Dalam hal ini, penulis menyarankan supaya pihak sekolah dan masyarakat memiliki kesadaran akan pentingnya beberapa hal, yaitu:sumber belajar tidak hanya berasal dari buku dan guru, melainkan juga dari lingkungan sekitar baik di rumah maupun di masyarakat; strategi pembelajaran kontekstual memiliki banyak variasi sehingga memungkinkan guru untuk mengembangkan model pembelajaran yang berbeda dengan keajegan yang ada; pihak sekolah dan masyarakat perlu memberikan dukungan baik materiil maupun non-materiil untuk menunjang keberhasilan proses belajar siswa.

C.   Beda Strategi, Model, pendekatan, Metode, dan Teknik Pembelajaran

Banyak yang tidak paham dengan perbedaan anatara strategi, model,pendekatan, metode, dan teknik. Nah berikut ini ulasan singkat tentang perbedaan istilah tersebut.
Model pembelajaran adalah bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikansecara khas oleh guru di kelas. Dalam model pembelajaran terdapat strategi pencapaian kompetensi siswa dengan pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran.
Pendekatan adalah konsep dasar yang mewadahi,menginsipi rasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu.
Metode pembelajaran adalah prosedur, urutan,langkah- langkah, dan cara yang digunakan guru dalam pencapaian tujuan pembelajaran. Dapat dikatakan bahwa metode pembelajaran merupakan jabaran dari pendekatan. Satu pendekatan dapat dijabarkan ke dalam berbagai metode pembelajaran.
Dapat pula dikatakan bahwa metode adalah prosedur pembelajaran yang difokuskan ke pencapaian tujuan. Dari metode, teknik pembelajaran diturunkan secara aplikatif, nyata, dan praktis di kelas saat pembelajaran berlangsung.
Teknik adalah cara kongkret yang dipakai saat proses pembelajaran berlangsung. Guru dapat berganti- ganti teknik meskipun dalam koridor metode yang sama. Satu metode dapat diaplikasikan melalui berbagai teknik pembelajaran.
Bungkus dari penerapan pendekatan, metode, dan teknik pembelajarantersebut dinamakan model pembelajaran.
Sebagai ilustrasi, saat ini banyak remaja putri menggunakan model celana Jablai yang terinspirasi dari lagu dangdut dan film Jablai. Sebagai sebuah model, celana jablai berbeda dengan celana model lain meskipun dibuat berdasarkan pendekatan, metode, dan teknik yang sama. Perbedaan tersebut terletak pada sajian, bentuk, warna, dan disainnya. Kembali ke pembelajaran, guru dapat berkreasi dengan berbagai model pembelajaran yang khas secara menarik, menyenangkan, dan bermanfaat bagi siswa. Model guru tersebut dapat pula berbeda dengan model guru di sekolah lain meskipun dalam persepsi pendekatan dan metode yang sama.












BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Sebagian besar      guru mengembangkan komunitas belajar untuk menumbuhkan ketertarikan  siswa  dan  motivasi  siswa  untuk  belajar,  namun  usaha  untuk  membuat komunitas  belajar  dalam  kelas  bukanlah  sebuah  usaha  yang  mudah  tapi  memerlukan kerja  keras  guru.  Beberapa  kiat  untuk  membuat  kelas  sebagai  komunitas  belajar  dapat dilakukan strategi-strategi sebagai berikut:
1)  Meyakini  Kapabilitas  Siswa  dan  Memusatkan  Perhatian  pada  Faktor Faktor yang dapat diubah
2)  Menghindari Penekanan -Berlebihan pada Motivasi Ekstrinsik
3)  Menciptakan Situasi Belajar yang Memiliki  Feeling Tone Positif
4)  Penyandaran Diri pada Minat dan Nilai -Nilai Instrinsik Siswa
5)  Menstrukturisasikan Pembelajaran untuk Mendapatkan Flow Experience
6)  Menggunakan  Pengetahuan  tentang  Hasil  dan  Jangan  Mencari -Cari  Alasan  untuk Kegagalan
7)  Memusatkan  Perhatian  pada  Kebutuhan  Siswa,  Termasuk  Kebutuhan  akan    Self- Determination
8)  Memusatkan  Perhatian  pada  Struktur  Tujuan  Belajar  dan  Taraf  Kesulitan  Tugas - Tugas Instruksional
9)  Menggunakan Tugas -Tugas Multidimensional

Pembelajaran dikenal beberapa istilah yang memiliki kemiripan makna yaitu (a). pendekatan pembelajaran, (b) strategi pembelajaran, (c) metode pembelajaran; (d) teknik pembelajaran; (e) taktik pembelajaran; dan (f) model pembelajaran.
Model pembelajaran adalah bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikansecara khas oleh guru di kelas. Pendekatan adalah konsep dasar yang mewadahi,menginsipi rasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu. Teknik adalah cara kongkret yang dipakai saat proses pembelajaran berlangsung.




B.     Saran
Guru perlu menguasai dan dapat menerapkan berbagai strategi yang di dalamnya terdapat pendekatan, model, dan teknik secara spesifik. Dari uraian di atas, dapat dikatakan bahwa sebenarnya aspek yang juga paling penting dalam keberhasilan pembelajaran adalah penguasaan model pembelajaran.























DAFTAR PUSTAKA
Anderson, L.W., & Krathwohl, D.R. 2001. A Taxanomy For Learning, teaching, and           Assessing: A revision of Bloom’s Taxanomy of Educational Objectives. New York: Longman.
Arends, Richard I. 2008. Learning To Teach, 7th edition. New York: McGraw Hill, Inc.
Clark, C.M. & Yinger, R.J. 1979. Three Studies of Teacher Planning. East lansing, MI: Institue for research on Teaching. Michigan State University.
Dirjen POUD dan Dirjen Dikdasmen. 1996. Petunjuk Peningkatan Mutu Pendidikan di sekolah Dasar. Jakarta: Depdikbud.
Joyce, Bruce & Weil. 1996. Models of Teaching 5th edition USA : by Allyn & Bacon-A Simon & Schuster Company-Needham Heights,Mass.02194.
Stronge, J.H. 2002. Motivation of Effective Teacher. Alexandria, VA: Association For Supervision and Curriculum development.
Walter Doyle. 1986. Themes in Teacher Education Research. New York: Macmillan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar