BAB I
PENDAHULUAN
A.   
LATAR BELAKANG
Joyce dan Weil (1996) mengemukakan beberapa hal yang perlu dimiliki oleh seorang
guru   adalah”:   focusing   and   planning   instruction, 
 learning 
 community   dan 
 discomfort productive. Sementara
Arends (2007) mengemukakan beberapa
hal yang harus dimiliki guru dalam  mengimplementasikan
 pembelajaran  di
 kelas
 adalah:  perencanaan
 guru,  komunitas
belajar dan memotivasi
siswa, manajemen kelas dan asesmen
serta evaluasi.
Banyak aspek pengajaran dan pembelajaran sekarang  ini menuntut perubahan seiring dengan
 perkembangan  ilmu  pengetahuan
 dan
 teknologi  serta  tuntutan  masyarakat
yang   besar   terhadap 
 pendidikan   yang   berkualitas.   Kondisi   tersebut 
 menuntut perubahan  dalam
 berbagai  aspek  pembelajaran,
 salah
 satunya
 harus
 dimulai   dari perencanaan.  Merencanakan
 pembelajaran  pada
 dasarnya  adalah
 mengambil  keputusan
 tentang
pengajaran  dan  merupakan  suatu  
proses yang banyak menuntut pemahaman dan keterampilan yang canggih dan berbagai aspek yang perlu dipertimbangkan secara matang. Karena itu membuat perencanaan pembelajaran pada dasarnya memerlukan waktu yang cukup bagi seorang guru.
proses yang banyak menuntut pemahaman dan keterampilan yang canggih dan berbagai aspek yang perlu dipertimbangkan secara matang. Karena itu membuat perencanaan pembelajaran pada dasarnya memerlukan waktu yang cukup bagi seorang guru.
Perencanaan  pembelajaran
 harus
 mempertimbangkan
 berbagai  faktor,
 salah
 satu faktor penting adalah pertimbangan
tentang kompetensi,
tujuan, isi dan standar.
Dua  dekade  terakhir  berbagai
 perspektif
 perencanaan
 yang  muncul  mengalihkan focus  perencanaan
 dari  guru  kepada  siswa.  Minat
 learner
 centered
 planning  yang berasal
 dari  hasil  kajian  American
 Psychologi
 association
 yang  dilaksanakan
 oleh McCombs (2001), serta
Weimer, 2002).
Weimer  (2002)  memberi  penekanan  pada  praktik
 di  kelas,  ia  menyatakan
 bahwa pembelajaran
 siswa  yang  harusnya  menjadi  penekanan,
 bukan
 pengajaran.
 Oleh sebab
 itu  menurut  Weimer
 (2002)  ada  5  praktik
 pengajaran
 yang  sangat  penting untuk berubah yaitu:
1.    Keseimbangan kekuasaan harus dipindahkan
dari guru kepada siswa.
2.   Isi   harus 
 berubah   dari   sesuatu   yang   harus   dikuasasi 
 menjadi   alat   untuk mengembangkan
keterampilan
belajar
3.   Paradigma  harus
 berubah  dari  paradigma
 bahwa
 guru  melakukan  semua
 tugas perencanaan  dan  melakukan  pedagogi  yang baik  menjadi  paradigma
 bahwa  guru adalah penuntun dan
fasilitator
4.  Tanggung  jawab  untuk
 pembelajaran
 harus
 pindah  dari  guru
 ke  siswa  dengan maksud membantu siswa
agar dapat menjadi pelajar yang otonom dan mandiri.
5. Evaluasi
harus
digunakan
untuk memberikan
umpan balik dan untuk menghasilkan  pembelajaran
 dengan
 penekanan
 yang kuat
 pada partisipasi  siswa dalam
evaluasi
diri.
B. RUMUSAN MASALAH
        1.
Bagaimana Komunitas Belajar dan Memotivasi Siswa mempengaruhi siswa ?
        2.
Bagaimana Pemilihan dan Penentuan Strategi Pembelajaran yang cocok ?
        3.
Apa Perbedaan antara Strategi ,Model , Metode ,Teknik dalam pembelajaran ?
C.    
TUJUAN DAN MANFAAT
1.     
Memberikan pengetahuan tentang komunitas belajar untuk
guru dan pembaca
2.     
Memberikan strategi cara memotivasi siswa untuk guru
dan pembaca
3.     
Memberikan pemilihan pembelajaran yang tepat untuk
guru dan pembaca
4.     
Memberikan penentuan strategi pembelajaran untuk guru
dan pembaca
5.     
Dapat membedakan antara strategi , model pembelajaran
, metode serta teknik pembelajaran untuk guru dan pembaca
BAB II
PEMBAHASAN
A.  
KOMUNITAS BELAJAR DAN
MEMOTIVASI SISWA
Komunitas  belajar  adalah
 suatu
 situasi
 dan  kondisi
 dimana  para
 siswa
 menunjukkan kegairahan
 belajar  baik  secara  individual  maupun  secara  kelompok.  Dalam
 komunitas
belajar
terlihat
saling bantu membantu diantara anggota komunitas.
Kelas sebagai
suatu
komunitas dapat dibentuk menjadi komunitas belajar
melalui upaya guru untuk membuat
situasi dan kondisi kelas
yang memungkinkan tumbuhnya suasana komunitas.
Membuat
kelas menjadi sebuah
komunitas belajar adalah salah satu hal terpenting yang dapat  dilakukan  guru,  yang
 mungkin  bahkan  lebih  penting  dibanding
 praktik-praktik
yang digunakan dalam
aspek-aspek
pengajaran
yang lebih formal.
Komunitas
belajar di kelas
 mempengaruhi  keterlibatan  dan  prestasi  siswa,  dan  menentukan  bagaimana
 kelas seorang
guru akan berubah
dari sekadar sekelompok
individu menajadi sebuah
kelompok kohesif yang tandai dengan
ekspektasi
yang tinggi, hubungan
yang penuh perhatian,
dan penggalian
informasi yang produktif. Akan tetapi, menciptakan 
 komunitas
belajar
yang produktif  sama  sekali  bukan  tugas
 yang  mudah,  dan  juga
 tidak
 ada  resep  mudah  yang akan memastikan
keberhasilannya.
Komunitas
belajar yang produktif tidak
terjadi secara otomatis. Komunitas semacam itu membutuhkan
banyak kerja keras dari
pihak
guru.
1.         Perspektif tentang Kelas sebagai Komunitas Belajar
     Dilema
yang sama juga
ada di kelas.  Kita  menemukan situasi bahwa,  di satu sisi,  kita ingin
 membangun  komunitas  yang  memberikan
 dorongan,  keamanan,  dan  dukungan
bagi
 individu-individu
 pelajar.  John  Dewey (1916)
 bertahun-tahun
 yang  lalu  melihat
bahwa anak-anak belajar
selama mereka berpartisipasi
di  berbagai lingkup sosial. Yang lebih
 mutakhir,  para  pakar  seperti  Jerome  Bruner(1996)  dan  Vygotsy
 (1978,1994)
mengatakan bahwa orang menciptakan makan dari hubungan
dan keanggotaan
di budaya tertentu. 
 Jadi,   kelompok  dan
 komunitas
 belajar  menjadi  salah
 satu    aspek
 penting pembelajaran.  Di satu pihak,  kehidupan
kelompok
dapat
membatasi inisiatif
individual dan
 mendukung  norma-norma
 yang  berlawanan
 dengan
 kreativitas
 dan  pembelajaran akademik.
 Marilah  kita  lihat  lebih  dekat  hubungan  antara  kedua  fitur  kehidupan   kelas ini.
Konsep learning community
 (komunitas belajar) adalah
faktor terpenting dalam dimensi sosial   kehidupan 
 kelas.   Komunitas   belajar,   bila 
 diperbandingkan 
 dengan 
 sekadar sekumpulan  individu,
 adalah 
 Setting
 tempat  individu-individu
 dalam  komunitas
 it u memiliki 
 tujuan   bersama,   memiliki   hubungan   bersama, 
 dan   saling   menunjukkan kepedulian  terhadap
 satu  sama
 lain.  Di
 sinilah  tempat  orang -orang  yang  memiliki kecendrungan  dan  norma  yang  sama
 untuk  merasakan
 dan  bertindak  dengan  cara tertentu. Mengembangkan
komunitas belajar produktif dengan
fitur -fitur seperti ini bukan tugas
yang
 mudah.
 Akan
 tetapi,  bagi  guru,  memenuhi
 tantangan
 ini  adalah  aspek  paling rewarding dalam pekerjaannya.
2.     Fitur-Fitur Komunitas Belajar
 Tiga
 ide  dasar
 dapat  membantu
 kita  untuk
 memahami  kompleksitas  kelas
 dan
 akan memberikan pedoman
tentang bagaimana
cara membangun
komunitas
belajar yang lebih produktif.   Ketiga   dimensi   ini   ditunjukkan 
 dalam   gambar   yang   diikuti   dengan deskripsinya
masing -masing.
Tiga
 ide  dasar
 dapat  membantu
 kita  untuk
 memahami  kompleksitas  kelas
 dan
 akan memberikan pedoman
tentang bagaimana
cara membangun
komunitas
belajar yang lebih produktif.   Ketiga   dimensi   ini   ditunjukkan 
 dalam   gambar   yang   diikuti   dengan deskripsinya
masing -masing.
                   Properti Kelas                                                           Proses Kelas
Kelas
dan Komunitas
a
Kelas
dan Komunitas
a
Gambar. Tiga
Dimensi
Kelas
Propertis   kelas.   Salah   satu   cara   untuk   memikirkan   tentang   kelas   adalah 
 dengan melihatnya
 sebagai
 sebuah   sistem
 ekologis 
 yang  setiap  warganya
 (guru  dan  siswa) berinteraksi di lingkungan
terten
tu (kelas)
dengan maksud mengerjakan berbagai kegiatan dan tugas yang berharga.
Dengan menggunakan
perspektif ini untuk mempelajari kelas, Walter
Doyle(1986) menyatakan
bahwa
kelas memiliki enam properti yang membuatnya
menjadi
sistem
yang kompleks yang  demanding (banyak
menuntut).
Multidimensionality.  Hal  ini menunjukkan
 pada kenyataan
 bahwa  kelas adalah
 tempat yang
dipenuhi dengan
beberapa
orang dengan
berbagai latar belakang kepentingan,  dan kecakapan berkompetensi
yang berbeda -beda.
Simultaneity.   Sembari   membantu 
 seorang   siswa 
 selama   mengerjakan seatwork (deskwork
 =  tugas
 siswa  dikelas) -nya,
 seorang  guru  harus
 memantau
 seluruh
 kelas, menangani
interupsi, dan selalu memerhatikan
waktu.
Immediacy   (kesegeraan).   Properti 
 penting   ketiga   dalam   kehidupan 
 kel
as   adalah perubahan
yang cepat dari satu kejadian ke kejadian lain dan
dampak langsung nya pada kehidupan
guru dan siswa.
Unpredictability   (tidak 
 dapat   diprediksi).   Kejadian -kejadian   di   kelas   tidak   hanya menuntut  perhatian
 segera,  tetapi  mungkin  juga  terj
adi  di
 luar  perkiraan
 dan
 hasilnya tidak dapat diprediksi.
Publicness
 (keterbukaan).  Di  banyak  lingkungan  pekerjaan,  di  sebagian
 besar  waktu orang-orang
bekerja sendiri atau hanya dengan
beberapa orang
saja.
History
 (sejarah).
 Kelas
 dan
 partisipasinya  secara
 gradual  berubah
 menjadisebuah
komunitas yang memiliki sejarah yang sama.
Proses
Kelas.
 Richard  Schmuck  dan  Patricia Schmuck (2001)
 mengembangkan  sebuah kerangka
 kerja  yang  agak  berbeda  untuk  melihat  kelas.  Mereka  menyoroti
 pentingnya proses interpersonal
dan proses kelompok di kelas.
Keduanya
 percaya
 bahwa
 komunitas  belajar  positif
 diciptakan
 oleh  guru  bila  guru mengajarkan
berbagai keterampilan
interpersonal
dan proses
kelompok yang penting dan bila  mereka  membantu  kelasnya  untuk
 dapat
 berkembang  s ebagai  kelompok.  Schmuck dan   schmuck 
 mengidentifikasi   enalm   proses   kelompok   yang   ,   bila   bekerja   secara berkaitan
satu sama lain, menghasilkan
komunitas kelas yang positif.
Komunitas.
 Kebanyakan  interaksi  kelas  ditandai  oleh  komunitas  verbal  dan  nonverbal dan   merupakan 
 proses 
 resiprokal. 
 Schmuck   dan 
 schmuck   menganjurkan 
 proses komunikasi 
 yang   terbuka   dan 
 hidup   dan   disertai 
 keterlibatan   yang   tinggi   oleh partisipannya.
Persahabatan  dan Kohessivitas.
 Proses
 ini  melibatkan  sejauh
 mana  orang -orang  yang ada dalam kelas saling menghormati dan
menghargai satu
sama lain dan
bagaimana pola - pola  pertemanan
 /  persahabatan
 dalam
 kelas  mempengaruhi  iklim
 dan  pembelajaran.
Proses  ini
 semakin  dianggap
 penting
 karena
 para  peneliti,  seperti  Wentzel,  Barry,  dan Caldwell
 (2004)  menunjukkan
 dalam
 sebuah
 studi
 mutakhir
 bahwa  para  siswa  sekolah menengah 
 yang   tidak 
 memiliki   teman   menunjukkan   perilaku   prososial, 
 prestasi akademik, dan distres 1  emosional
yang lebih rendah. Schmuck dan Schmuck
mendorong guru
 untuk  menciptakan
 lingkunga
n  kelas  yang  ditandai
 dengan  adanya  kelompok - kelompok
 sebaya  yang  bebas  klik,
 dan
 tidak  ada  siswa  yang  berada  di  luar
 struktur pertemanan.
Ekspektasi.
 Di  kelas,  orang-orang
 memiliki  ekspektasi  terhadap  satu  sama  lain  dan terhadap  dirinya  sendiri.
 Schmuck  dan  schmuck
 tertarik  dengan  bagaimana
 ekspektasi - ekpektasi   itu   menjadi   terpola   seiring   perjalanan   waktu 
 dan   bagaimana 
 mereka
mempengaruhi iklim kelas dan pembelajaran.
Norma.  Norma adalah
ekspektasi bersama yang dimiliki siswa dan
guru untuk perilaku
kelas.  Schmuck  dan  Schmuck
 menghargai  kelas  yang  memiliki
 norma -norma  yang mendukung keterlibatan siswa yang tinggi dalam tugas -tugas
akademik,
tetapi
sekaligus juga
mendorong hubungan
interpersonal yang positif dan adanya tujuan
bersama.
Kepemimpinan. Proses
ini mengacu
pada
bagaimana kekuasaan dan
pengaruh diberikan
di kelas dan
dampaknya pada
interaksi
dan kohesivitas kelompok.
Schmuck dan
schmuck melihat kepemimpinan
sebagai
proses interpersonal
dan bukan
sebagai
ciri seseorang, dan mereka mendorong agar kep
emimpinan itu dibagi
dalam
kelompok -kelompok yang ada di kelas.
Konflik. Konflik
terjadi di lingkungan
manapun,
dan kelas bukan pengecualian dalam hal ini.  Guru  didorong
 untuk  mengembangkan
 kelas
 tempat
 konflik  ditengarai  dan  proses yang
menyebabkan
konfl
ik ditangani dan diatasi
secara produktif.
Struktur
 Kelas.  Struktur
 Kelas  adalah
 bagaimana
 kelas  diorganisasikan
 di  seputar tugas-tugas  dan  partisipasi  belajar  dan
 bagaimana
 tujuan  reward  ditetapkan
.  Struktur yang  membentuk  kelas  dan  tuntutan
 pelajaran  t ertentu
 terhadap  siswa  menawarkan perspektif lain tentang
kelas. Peneliti -Peneliti seperti Gump (1967), Kounin (1970), dan,
yang
 lebih
 mutakhir,  Doyle  (1986,  1990),Doyle
 dan
 Carter  (1984),
 dan
 Kaplan,
 Gheen dan Migley (2002) percaya bahwa perilaku
di kelas
 sebagian merupakan
respons terhadap
struktur  dan  tuntutan  kelas.  Pandangan  tentang  kelas  ini
 sangat
 memerhatikan
 struktur yang  ada  di  dalam
 kelas  dan  berbagai
 kegiatan
 dan
 tugas  yang  diperintahkan
 kepada
siswa untuk dikerjakan selama pelajaran tertentu.
Struktur
 Tugas.  Tugas
 sosial
 dan  akademik  yang direncanakan
 oleh  guru  menentukan jenis pekerjaan
yang dilaksanakan siswa
di kelas.
 Dalam
contoh ini, tugas kelas mengacu
pada  apa  yang  diharapkan
 dari  siswa  dan  tuntutan
 kognitif
 dan
 sosial  yang  dibebankan untuk
 menyelesaikan
 tugas  itu.
 Di  lain  pihak, 
 kegiatan  kelas   adalah  hal-hal
 yang dikerjakan  siswa,  yang  dapat
 diobservasi:  partisipasi
 dalam  diskusi,  bekerja  dengan
siswa-siswa lain
dalam kelompok -kelompok kecil,
mengerjakan
 seatwork, mendengarkan keterangan  guru,  dan
 sebagainya.  Tugas  dan  kegiatan
 kelas
 bukan
 hanya  membantu
membentuk  perilaku  guru
 dan
 siswa,
 tetapi  juga  membantu  menentukan
 apa  yang dipelajari
siswa.
Task structure
 (struktur
tugas)
berbeda
sesuai
kegiatan
yang dituntut
oleh stratedi atau model pengajaran
tertentu
yang digunakan
oleh guru. Pelajaran
yang diorganisasikan di seputar
lecture (ceramah) memiliki tuntutan yang jauh berbeda dibanding pelajaran
yang diorganisasikan  di  seputar
 diskusi  kelompk  kecill.
 Tuntutan  terhadap  siswa
 selama
periode diskusi
juga berbeda
dengan
yang dikaitkan
dengan  seatwork.
Struktur Tujuan dan Reward.
 Struktur kelas tipe kedua adalah bagaimana tujuan
dan
reward distrukturisasikan.
Goal   Structures   (struktur   tujuan)    menyebutkan  tipe    interdependensi
(saling ketergantungan)
 yang  dibutuhkan  dari  siswa  ketika  mereka
 berusaha
 menyelesaikan
tugas-tugas
belajar-hubungan
antarsiswa dan antara individu dak kelompok.
Jhonson dan Johnson (1999) dan Slavin (1995) mengidentifikasi tiga
struktur tujuan
yang berbeda :
Cooperative
 goal  structure
 (struktur  tujuan  kooperatif)  ada  bila
 siswa
 mempersepsi bahwa  mereka  dapat  mencapai  tujuan  mereka  jika,
 dan
 hanya  jika,
 siswa-siswa
 lain dengan
siapa
dirinya bekerja bersama-sama, juga dapat meraih tujuan
itu.
Competitive  Goal
 Structure
 (Struktur
 tujuan  kompetitif)
 ada  bila  siswa  mempersepsi bahwa mereka
dapat meraih tujuannya hanya bila
siswa-siswa lainnya.
Perspektif  sosiokultural. 
 Perspektif  terakhir  dan  paling  kontemporer  tentang  kelas sebagai  komunitas  belajar berasal
 dari
 para  teor etisi  sosiokultural  dan  para  pereformasi
sekolah
yang sangat dipengaruhi oleh Dewey,
Piaget, dan
Vygotsky.
Oakes  dan  Lipton  (2003)
 merangkum  perspektif  sosiokultural
 ini.
 Mereka
 mengatakan
bahwa  pedagogi  yang  terkait  dengan
 perspektif  ini
 tidak  dapat  diterjemahkan  menjadi “seperangkat praktik yang terbukti paling baik”,
tetapi berevolusi dari
“kualitas
hubungan belajar antara guru dan siswa”
dan bahwa “praktik tidak dapat dinilai secara
terpisah dari pengetahuan kultural
yang dibawa siswa ke sekolah”.
Tetapi, Oakes
dan Lipton mengemukakan
sejumlah
pedoman,
yang tidak terlalu berbeda dengan
 yang  dideskripsikan
 oleh  Schmuck  dan  Schmuck,
 yang  dapat
 digunakan
 oleh guru untuk mengkonstruksikan komunitas
belajar yang autentik dan adil secara sosial
:
a)   Guru dan siswa
yakin bahwa setiap orang
dapat belajar dengan baik;
b)   Pelajarannya
bersifat
aktif, multidimensional,
dan sosial;
c)   Hubungannya
penuh perhatian dan
saling tergantung (interdependen);
d)   Ucapan dan
tindakan yang ada adil secara sosial;
e)   Assesmen
autentik meningkat kan
pembelajaran.
Strategi  untuk  Memotivasi  Siswa  dan  Membangun
 Komunitas  Belajar yang Produktif
Membangun
komunitas
belajar yang produktif dan memotivasi
siswa agar terlibat dalam kegiatan
belajar yang bermakna adalah tujuan utama pengajaran.
Strategi
-strategi
untuk mencapai
situasi
kelas semacam
ini akan dideskripsikan
di bagian -bagian
berikut ini.
1)  Meyakini
 Kapabilitas  Siswa  dan  Memusatkan
 Perhatian  pada  Faktor -Faktor yang Dapat Diubah
Ada  banyak
 hal  yang  dibawa
 siswa  ke
 sekolah,  yang  tidak
 dapat
 banyak   diubah  oleh guru.
 Sebagai  contoh,
 guru  hanya
 memiliki  sedikit  pengaruh  pada  kepribadian
 dasar siswa,
kehidupan di rumahnya,
atau pengalaman masa kecilnya.
Hal-hal
terpenting yang dapat dikontrol guru adalah sikapnya sendiri terhadap siswa
dan keyakinan  tentang  mereka,
 khususnya
 keyakinan
 tentang
 siswa  yang  berasal
 dari  latar belakang
yang berbeda
dengan dirinya
sendiri.
Meyakini bahwa
setiap
anak dapat
belajar dan
 bahwa
 setiap  anak  melihat  dunia  melalui  kaca
 mata  kulturalnya
 sendiri
 dapat memindahkan  beban  tingkat  keterlibatan
 yang  rendah  dan  prestasi
 yang  rendah
 akibat latar
belakang
siswa ke tempat yang seharusnya -kelas
dan sekolah
yang tidak memahami tentang itu.
2)  Menghindari
Penekanan -Berlebihan pada
Motivasi Ekstrinsik
Kebanyakan  guru  pemula
 tahu  banya k
 tentang  cara
 menggunakan   motivasi
 ekstrinsik
karena  banyak  ide 
 commonsense   tentan  perilaku  manusia
 menyandarkan
 diri  apda prinsip-prinsip  penguatan,  khususnya  prinsip  memberikan  hadiah  eksternal  (penguatan
positif) untuk mendapatkan
perilaku yang diingi
nkan dan
menggunakan hukuman
untuk
menghentikan perilaku yang tidak diinginkan.
Nilai  yang  baik,
 pujian,
 piagam
 penghargaan
 adalah  hadiah  ekstrinsik  yang  digunakan oleh guru untuk membuat siswa -siswanya
belajar
atau berperilaku dengan cara tertentu.
Nilai buruk, teguran, dan penahanan (misalnya,
tidak
membolehkan keluar kelas selama
jam istirahat) diterapkan
untuk menghukum perilaku yang tidak diinginkan.
3)  Menciptakan Situasi Belajar yang Memiliki  Feeling Tone
Positif
Teori
 kebutuhan
 dan
 atribusi  yang  terk ait  dengan
 motivasi  menekankan  pentingnya membangun
 lingkungan  belajar
yang menyenangkan,
 tidak
 berbahaya,
 dan  aman,  yang sampai
 tingkat  tertentu  siswa  memiliki  self-determination  dan
 bertanggung
 jawab
 atas pembelajarannya sendiri.
Orientasi
 belajar
 secara
 keseluruhan
 dan
 “warna”  kelas  sangat  penting.  Seperti  yang terobservasi dalam studi -studi yang dirangkum di bagian
sebelumnya,
sikap
dan orientasi
guru terhadap
situasi
belajar terentu memiliki pengaruh yang cukup besar pada
respons siswa
terhadap
berbaga
i situasi belajar. Sebagian peneliti (misalnya,
Hunter, 1982, 1995) menggunakan istilah  Feeling Tone  untuk mendeskripsikan
aspek
lingkungan belajar
ini
dan  memberikan  contoh -contoh  hal-hal  sederhana
 yang  dapat
 diucapkan
 guru  untuk
membangun sebuah
feeling tone
yang positif, netral,
atau negatif :
Positif  :   “Kau pintar mengarang
cerita, saya tidak
sabar
untuk segera
Membacanya.”
Negatif:  “Karangan itu harus selesai, kalau tidak kamu tidak
boleh keluar makan
Siang.”
Netral  :   “Kalau belum selesai, jang an khawatir, masih banyak
waktu untuk
Menyelesaikannya.”
4)Penyandaran Diri pada Minat dan Nilai -Nilai Instrinsik Siswa
Teori
 Kebutuhan  dan  Motivasi
 menekankan
 pada  pentingnya  menggunakan  motivasi intrinsik dan penyandaran
diri pada minat dan
keingintah uan
siswa sendiri. Guru dapat
melakukan
 sejumlah
 hal
 untuk  mengaitkan
 bahan
 dan
 kegiatan  belajar
 dengan
 minat
siswa, misalnya :
a)  Mengaitkan pelajaran dengan kehidupan siswa.  Temukan hal-hal yang menjadi minat
atau keingintahuan siswa, misalnya
musik pop dan
 kaitkan minat ini dengan topik yang
sedang
dipelajari
( Mozart, misalnya).
b)  Menggunakan    nama     siswa.      Menggunakan     nama      siswa membantu
mempersonalisasikan
 pembelajaran
 dan  menarik  perhatiannya.
 Sebagai  contoh, “Anggap
 saja
 bahwa  Maria  sedang  mempresentasikan
argumen  untuk  memilih teman,  dan  Charles  inging
 menantang  pendapatnya......,”
 atau  “Jhon  memiliki pigmentasi yang lazim dikaitkan
dengan ras
-ras Nordic,
sementara
Roseanne lebih tipikal Latino.”
c)  Membuat bahan pelajaran yang “hidup” dan baru.  Guru dapat
mengatakan
hal-hal
yang   biasa
menjadi “hidup” dan baru bagi
siswa. Sebagai
Contoh : “Ketika kalian
memesan
 milkshake
 Mc-Donald  kesukaan  kalian,
 minumkan
 itu  tidak  akan  cair meskipun  kalian
 memanaskannya  dalam  oven.  Itu
 adalah
 akibat  emulsifier
 yang terbuat dari algae (ganggang)
yang sedang
kita pelajari
saat
ini,”atau “Anggap saja kalian  percaya  reinkarnasi.
 Di  kehidupan  yang  akan  datang,  apa  yang  nanti
 perlu kalian
lakukan untuk memenuhi hal yang belum terpuaskan
pada
kehidupan
kalian saat
ini?”.
5)  Menstrukturisasikan Pembelajaran
untuk Mendapatkan “ FlowExperience”
Sekolah dan
guru dapat
menstrukturisasikan
berbagai
kegiatan
untuk menekankan nilai intrinsiknya sehingga
siswa dapat benar -benar terlibat
dan mengalami semacam
 “flow” seperti  yang  telah  dideskripsi kan  sebelumnya.
 Akan
 tetapi,
 keterlibatan  total  semacam itu,  menurut  Csikszenthmihalyi,  hanya  mungkin  terjadi  pada
 pengalaman  belajar  yang memiliki karakteristik tertentu.
Menciptakan  “flow”  barangkali  tidak  semudah  kelihatannya,
 khususnya  di
 kelas
 yang beragam  secara  kultural  dan
 bahasa.  Sebagai  contoh,  kegiatan
 belajar
 yang  mungkin
tampak
menarik dan menantang
bagi guru sekolah
menengah
mungkin tidak ada artinya
bagi siswa dengan
latar belakang kultural
lain yang baru
belajar Bahasa Inggris. Tanpa membuat
 hubungan  yang  berarti  dengan
 siswa
 guru  dapat
 dibuat  frustrasi  dengan kurangnya keterlibatan
siswa dan siswa merasa
bahwa suara
mereka tidak didengarkan.
6)  Menggunakan  Pengetahuan
 tentang  Hasil
 dan  Jangan
 Mencari -Cari  Alasan
untuk
Kegagalan Feedback
(umpan-balik)  yang  juga
 disebut
 knowledge  of
 result  (pengetahuan
 tentang hasil)
 untuk  kinerja
 yang  baik  memberikan
 motivasi  intrinsik.  Umpan
–balik
untuk kinerja  yang  buruk
 memberikan  informasi  yang  dibutuhkan
 siswa
 untuk
 memperbaiki
diri.  Kedua  tipe  umpan
-balik  ini
 merupakan
 faktor  motivasional
 penting.
 Agar  efektif umpan  balik  harus  lebih  spesifik
 dan  segera  dibanding
 rapor
 yang  dibuat
 guru  setiao enam atau sembilan
minggu.
7)  Memusatkan  Perhatian
 pada  Kebutuhan  Siswa,  Termasuk
 Kebutuhan akan Self-Determination
Kebutuhan
 akan  pengaruh
 dan
 self-determination
 terpuaskan  bila  siswa  merasa
 bahwa mereka   memiliki   kekuasaan 
 tertentu   atau   dapat 
 menyatakan 
 pendapatnya   tentang lingkungan  kelas
 dan  tugas
 belajarnya.
 Cheryl
 Spaulding
 (1992)  mencetuskan
 sebuah
cerita menarik tentang
betapa
pentingnya
pilihan dan  self-determination bagi kebanyakan orang.
8)  Memusatkan  Perhatian
 pada  Struktur  Tujuan  Belajar
 dan  Taraf
Kesulitan Tugas-Tugas Instruksional
Teori belajar sosial
mengingatkan
kita tentang pentingnya cara menstrukturisas ikan dan melaksanakan
tujuan dan tugas belajar.  Dua aspek
tujuan dan tugas belajar
seharusnya
dipertimbangkan,
yakni : struktur tujuan dan taraf kesulitan
tugas.
9)  Menggunakan Tugas -Tugas Multidimensional
Menurut Elizabeth Cohen, tugas multidimensional adal ah tugas yang :
a)   Secara intrinsik
menarik, rewarding, dan menantang;
b) Memasukkan lebih dari satu
jawaban
atau lebih dari satu
cara untuk menyelesaikan masalah;
c)   Memungkinkan siswa yang berbeda
memberikan kontribusi yang berbeda;
d)   Melibatkan
berbagai medium unt uk melibatkan indra penglihatan, pendengaran, dan perabaan;
e)   Membutuhkan beragam
keterampilan
dan perilaku;
f)   Menuntut untuk membaca dan menulis.
B.  
STRATEGI PEMBELAJARAN
Strategi pembelajaran adalah cara-cara yang akan digunakan oleh pengajar
untuk memilih strategi kegiatan belajar yang akan digunakan sepanjang proses
pembelajaran. Pemilihan tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan situasi dan
kondisi, sumber belajar, kebutuhan dan karakteristik peserta didik yang
dihadapi dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran tertentu.
1. Batasan Strategi, Metode, dan Teknik
Pembelajaran
Dalam proses pembelajaran dikenal beberapa
istilah yang memiliki kemiripan makna, sehingga seringkali orang merasa bingung
untuk membedakannya. 
Istilah-istilah tersebut adalah: (a). pendekatan
pembelajaran, (b) strategi pembelajaran, (c) metode pembelajaran; (d) teknik
pembelajaran; (e) taktik pembelajaran; dan (f) model pembelajaran.
Berikut ini akan dipaparkan istilah-istilah tersebut, dengan harapan dapat
memberikan kejelasaan tentang penggunaan istilah tersebut.
a.     
Pendekatan Pembelajaran
Pendekatan
pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang
kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang
terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi,
menginsiprasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan
teoretis tertentu. Dilihat dari pendekatannya, pembelajaran terdapat dua jenis
pendekatan, yaitu: (1) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada siswa
(student centered approach) dan
(2) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada guru (teacher centered approach). Pendekatan yang berpusat pada guru (teacher-centred
approaches) menurunkan strategi pembelajaran langsung (direct
instruction), pembelajaran deduktif atau pembelajaran ekspositori.
Sedangkan pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa menurunkan strategi
pembelajaran discovery dan inkuiri serta strategi pembelajaran induktif.
b.     
Strategi Pembelajaran
Kemp mengemukakan bahwa strategi
pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru
dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien.
Dilihat dari strateginya, pembelajaran dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian
pula, yaitu: (1) exposition-discovery
learning dan (2) group-individual learning (Rowntree). Dalam strategi exposition, bahan pelajaran
disajikan kepada siswa dalam bentuk jadi dan siswa dituntut untuk menguasai
bahan tersebut. Sebagaimana yang dikutip oleh Wina, Roy Killen menyebutnya
dengan strategi pembelajaran langsung (direct instruction). Mengapa
dikatakan strategi pembelajaran langsung? Sebab dalam strategi ini, materi
pelajaran disajikan begitu saja kepada siswa; siswa tidak dituntut untuk
mengolahnya. Kewajiban siswa adalah menguasainya secara penuh. Dengan demikian,
dalam strategi ekspositori guru berfungsi sebagai penyampai informasi. Berbeda
dengan strategi discovery. Dalam strategi ini bahan pelajaran dicari dan
ditemukan sendiri oleh siswa melalui berbagai aktivitas, sehingga tugas guru
lebih banyak sebagai fasilitator dan pembimbing bagi siswanya. Karena sifatnya
yang demikian strategi ini sering juga dinamakan strategi pembelajaran tidak
langsung. Strategi belajar individual dilakukan oleh siswa secara mandiri.
Kecepatan, kelambatan, dan keberhasilan pembelajaran siswa sangat ditentukan
oleh kemampuan individu siswa yang bersangkutan. Bahan pelajaran serta
bagaimana mempelajarinya didesain untuk belajar sendiri. Contoh dari strategi
pembelajaran ini adalah belajar melalui modul, atau belajar bahasa melalui
kaset audio.
Berbeda dengan strategi
pembelajaran individual, belajar kelompok dilakukan secara beregu. Sekelompok
siswa diajar oleh seorang guru atau beberapa orang guru. Bentuk belajar
kelompok itu bisa dalam pembelajaran kelompok besar atau pembelajaran klasikal;
atau bisa juga siswa belajar dalam kelompok-kelompok kecil semacam buzz
group. Strategi kelompok tidak memperhatikan kecepatan belajar individual.
Setiap individu dianggap sama. Oleh karena itu, belajar dalam kelompok dapat
terjadi siswa yang memiliki kemampuan tinggi akan terhambat oleh siswa yang
mempunyai kemampuan biasa-biasa saja; sebaliknya siswa yang memiliki kemampuan
kurang akan merasa tergusur oleh siswa yang mempunyai kemampuan tinggi.
Ditinjau dari cara penyajian
dan cara pengolahannya, strategi pembelajaran juga dapat dibedakan antara
strategi pembelajaran deduktif dan strategi pembelajaran induktif. 
Strategi pembelajaran deduktif
adalah strategi pembelajaran yang dilakukan dengan mempelajari konsep-konsep
terlebih dahulu untuk kemudian dicari kesimpulan dan ilustrasi-ilustrasi; atau
bahan pelajaran yang dipelajari dimulai dari hal-hal yang abstrak, kemudian
secara perlahan-lahan menuju hal yang konkrit. Strategi ini disebut juga
strategi pembelajaran dari umum ke khusus.
Sebaliknya, dengan strategi induktif, pada
strategi ini bahan yang dipelajari dimulai dari hal-hal yang konkrit atu
contoh-contoh yang kemudian secara perlahan siswa dihadapkan pada materi yang
kompleks dan sukar. Strategi ini kerap dinamakan strategi pembelajaran dari
khusus ke umum.
Pembelajaran pada dasarnya
adalah proses penambahan informasi dan kemampuan baru. Ketika kita berpikir
informasi dan kemampuan apa yang harus dimiliki oleh siswa, maka pada saat itu
juga kita semestinya berpikir strategi apa yang harus dilakukan agar semua itu
dapat tercapai secara efektif dan efisien. Ini sangat penting untuk dipahami,
sebab apa yang harus dicapai akan menentukan bagaimana cara mencapainya.
Sebelum menentukan strategi pembelajaran yang
dapat digunakan, ada beberapa pertimbangan yang harus diperhatikan:
a.       Pertimbangan
yang berhubungan dengan tujuan yang ingin dicapai.
Pertanyaan-pertanyaan yang dapat diajukan adalah:
1)      Apakah tujuan
pembelajaran yang ingin dicapai berkenaan dengan aspek kognitif, afektif, atau
psikomotor ?
2)      Bagaimana
kompleksitas tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, apakah tingkat tinggi atau
tingkat rendah ?
3)      Apakah untuk
mencapai tujuan itu memerlukan keterampilan akademis ?
b.      Pertimbangan
yang berhubungan dengan bahan atau materi pembelajaran:
1)      Apakah materi
pelajaran itu berupa fakta, konsep, hukum, atau teori tertentu ?
2)      Apakah untuk
mempelajari materi pembelajaran itu memerlukan prasyarat tertentu atau tidak ?
3)      Apakah tersedia
buku-buku sumber untuk mempelajari materi itu ?
c.       Pertimbangan
dari sudut siswa:
1)      Apakah strategi
pembelajaran sesuai dengan tingkat kematangan siswa ?
2)      Apakah strategi
pembelajaran itu sesuai dengan minat, bakat, dan kondisi siswa ?
3)      Apakah strategi pembelajaran
itu sesuai dengan gaya belajar siswa ?
d.      Pertimbangan-pertimbangan
lainnya:
1)      Apakah untuk
mencapai tujuan hanya cukup dengan satu strategi saja ?
2)      Apakah strategi
yang kita tetapkan dianggap satu-satunya strategi yang dapat digunakan ?
3)      Apakah strategi
itu memiliki nilai efektivitas dan efisiensi ?
Dari berbagai pertanyaan di atas, merupakan bahan
pertimbangan dalam menetapkan strategi yang ingin diterapkan. Misalkan untuk
mencapai tujuan yang berhubungan dengan aspek kognitif, akan memiliki strategi
yang berbeda dengan upaya untuk mencapai tujuan yang berhubungan dengan aspek
afektif atau aspek psikomotor, dll.
c.      
Metode Pembelajaran
Metode
pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang digunakan untuk
mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan
praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran. Terdapat beberapa metode
pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengimplementasikan strategi
pembelajaran, diantaranya:
(1)
ceramah;
ceramah dilakukan dengan ditujukan sebagai pemicu terjadinya kegiatan
yang partisipatif (curah pendapat, diskusi, penugasan, studi kasus, dll).
Selain itu, ceramah yang dimaksud disini adalah ceramah yang cenderung
interaktif, yaitu melibatkan siswa melalui adanya tanggapan balik atau
perbandingan dengan pendapat dan pengalaman siswa. Media pendukung yang
digunakan, seperti bahan serahan (handouts), transparansi yang ditayangkan
dengan OHP, bahan presentasi yang ditayangkan dengan LCD, tulisan-tulisan di
kartu metaplan dan/kertas plano, dll.
 (2) demonstrasi; 
Demonstrasi adalah metode yang digunakan untuk membelajarkan peserta
dengan cara menceritakan dan memperagakan suatu langkah-langkah
pengerjaan sesuatu. Demonstrasi merupakan praktek yang diperagakan kepada
peserta. Karena itu, demonstrasi dapat dibagi menjadi dua tujuan: demonstrasi
proses untuk memahami langkah demi langkah; dan demonstrasi hasil untuk
memperlihatkan atau memperagakan hasil dari sebuah proses.Biasanya, setelah
demonstrasi dilanjutkan dengan praktek oleh peserta sendiri. Sebagai hasil,
peserta akan memperoleh pengalaman belajar langsung setelah melihat,
melakukan, dan merasakan sendiri. Tujuan dari demonstrasi yang dikombinasikan
dengan praktek adalah membuat perubahan pada rana keterampilan.

dengan cara menceritakan dan memperagakan suatu langkah-langkah
pengerjaan sesuatu. Demonstrasi merupakan praktek yang diperagakan kepada
peserta. Karena itu, demonstrasi dapat dibagi menjadi dua tujuan: demonstrasi
proses untuk memahami langkah demi langkah; dan demonstrasi hasil untuk
memperlihatkan atau memperagakan hasil dari sebuah proses.Biasanya, setelah
demonstrasi dilanjutkan dengan praktek oleh peserta sendiri. Sebagai hasil,
peserta akan memperoleh pengalaman belajar langsung setelah melihat,
melakukan, dan merasakan sendiri. Tujuan dari demonstrasi yang dikombinasikan
dengan praktek adalah membuat perubahan pada rana keterampilan.

(3) Diskusi;
Diskusi Umum
(Diskusi Kelas)
Pengertian
Metode ini bertujuan untuk tukar menukar gagasan, pemikiran, informasi/
pengalaman diantara peserta, sehingga dicapai kesepakatan pokok-pokok pikiran
(gagasan, kesimpulan). Untuk mencapai kesepakatan tersebut, para peserta
dapat saling beradu argumentasi untuk meyakinkan peserta lainnya. Kesepakatan
pikiran inilah yang kemudian ditulis sebagai hasil diskusi. Diskusi biasanya
digunakan sebagai bagian yang tak terpisahkan dari penerapan berbagai metode
lainnya, seperti: penjelasan (ceramah), curah pendapat, diskusi kelompok,
permainan, dan lain-lain.
Metode ini bertujuan untuk tukar menukar gagasan, pemikiran, informasi/
pengalaman diantara peserta, sehingga dicapai kesepakatan pokok-pokok pikiran
(gagasan, kesimpulan). Untuk mencapai kesepakatan tersebut, para peserta
dapat saling beradu argumentasi untuk meyakinkan peserta lainnya. Kesepakatan
pikiran inilah yang kemudian ditulis sebagai hasil diskusi. Diskusi biasanya
digunakan sebagai bagian yang tak terpisahkan dari penerapan berbagai metode
lainnya, seperti: penjelasan (ceramah), curah pendapat, diskusi kelompok,
permainan, dan lain-lain.
Curah Pendapat
(Brain Storming)

Pengertian
Metode curah pendapat adalah suatu bentuk diskusi dalam rangka menghimpun
gagasan, pendapat, informasi, pengetahuan, pengalaman, dari semua peserta.
Berbeda dengan diskusi, dimana gagasan dari seseorang dapat ditanggapi
(didukung, dilengkapi, dikurangi, atau tidak disepakati) oleh peserta lain, pada
penggunaan metode curah pendapat pendapat orang lain tidak untuk ditanggapi.
Tujuan curah pendapat adalah untuk membuat kompilasi (kumpulan) pendapat,
informasi, pengalaman semua peserta yang sama atau berbeda. Hasilnya
kemudian dijadikan peta informasi, peta pengalaman, atau peta gagasan (mindmap)
untuk menjadi pembelajaran bersama.
Diskusi Kelompok

Pengertian
Sama seperti diskusi, diskusi kelompok adalah pembahasan suatu topik dengan
cara tukar pikiran antara dua orang atau lebih, dalam kelompok-kelompok kecil,
yang direncanakan untuk mencapai tujuan tertentu. Metode ini dapat
membangun suasana saling menghargai perbedaan pendapat dan juga
meningkatkan partisipasi peserta yang masih belum banyak berbicara dalam
diskusi yang lebih luas. Tujuan penggunaan metode ini adalah mengembangkan
kesamaan pendapat atau kesepakatan atau mencari suatu rumusan terbaik
mengenai suatu persoalan.Setelah diskusi kelompok, proses dilanjutkan dengan
diskusi pleno. Pleno adalah istilah yang digunakan untuk diskusi kelas atau diskusi
umum yang merupakan lanjutan dari diskusi kelompok yang dimulai dengan
pemaparan hasil diskusi kelompok.
Bermain Peran
(Role-Play)

Pengertian
Bermain peran pada prinsipnya merupakan metode untuk ‘menghadirkan’ peranperan
yang ada dalam dunia nyata ke dalam suatu ‘pertunjukan peran’ di dalam
kelas/pertemuan, yang kemudian dijadikan sebagai bahan refleksi agar peserta
memberikan penilaian terhadap . Misalnya: menilai keunggulan maupun
kelemahan masing-masing peran tersebut, dan kemudian memberikan saran/
alternatif pendapat bagi pengembangan peran-peran tersebut. Metode ini lebih
menekankan terhadap masalah yang diangkat dalam ‘pertunjukan’, dan bukan pada
kemampuan pemain dalam melakukan permainan peran.
(4) simulasi

Pengertian
Metode simulasi adalah bentuk metode praktek yang sifatnya untuk
mengembangkan ketermpilan peserta belajar (keterampilan mental maupun
fisik/teknis). Metode ini memindahkan suatu situasi yang nyata ke dalam
kegiatan atau ruang belajar karena adanya kesulitan untuk melakukan praktek di
dalam situasi yang sesungguhnya. Misalnya: sebelum melakukan praktek
penerbangan, seorang siswa sekolah penerbangan melakukan simulasi
penerbangan terlebih dahulu (belum benar-benar terbang). Situasi yang dihadapi
dalam simulasi ini harus dibuat seperti benar-benar merupakan keadaan yang
sebenarnya (replikasi kenyataan).Contoh lainnya, dalam sebuah pelatihan
fasilitasi, seorang peserta melakukan simulasi suatu metode belajar seakan-akan
tengah melakukannya bersama kelompok dampingannya. Pendamping lainnya
berperan sebagai kelompok dampingan yang benar-benar akan ditemui dalam
keseharian peserta (ibu tani, bapak tani, pengurus kelompok, dsb.). Dalam
contoh yang kedua, metode ini memang mirip dengan bermain peran. Tetapi
dalam simulasi, peserta lebih banyak berperan sebagai dirinya sendiri saat
melakukan suatu kegiatan/tugas yang benar-benar akan dilakukannya.
Sandiwara

Pengertian
Metode sandiwara seperti memindahkan ‘sepenggal cerita’ yang menyerupai
kisah nyata atau situasi sehari-hari ke dalam pertunjukkan. Penggunaan metode ini
ditujukan untuk mengembangkan diskusi dan analisa peristiwa (kasus). Tujuannya
adalah sebagai media untuk memperlihatkan berbagai permasalahan pada suatu
tema (topik) sebagai bahan refleksi dan analisis solusi penyelesaian masalah.
Dengan begitu, rana penyadaran dan peningkatan kemampuan analisis
dikombinasikan secara seimbang.

Pengertian
Metode sandiwara seperti memindahkan ‘sepenggal cerita’ yang menyerupai
kisah nyata atau situasi sehari-hari ke dalam pertunjukkan. Penggunaan metode ini
ditujukan untuk mengembangkan diskusi dan analisa peristiwa (kasus). Tujuannya
adalah sebagai media untuk memperlihatkan berbagai permasalahan pada suatu
tema (topik) sebagai bahan refleksi dan analisis solusi penyelesaian masalah.
Dengan begitu, rana penyadaran dan peningkatan kemampuan analisis
dikombinasikan secara seimbang.
(5) laboratorium
(6) pengalaman
lapangan
Praktek
Lapangan

Pengertian
Metode praktik lapangan bertujuan untuk melatih dan meningkatkan kemampuan
peserta dalam mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilan yang
diperolehnya. Kegiatan ini dilakukan di ‘lapangan’, yang bisa berarti di tempat
kerja, maupun di masyarakat. Keunggulan dari metode ini adalah pengalaman
nyata yang diperoleh bisa langsung dirasakan oleh peserta, sehingga dapat
memicu kemampuan peserta dalam mengembangkan kemampuannya. Sifat
metode praktek adalah pengembangan keterampilan
Permainan (Games)

Pengertian
Permainan (games), populer dengan berbagai sebutan antara lain pemanasan
(ice-breaker) atau penyegaran (energizer). Arti harfiah ice-breaker adalah
‘pemecah es’. Jadi, arti pemanasan dalam proses belajar adalah pemecah situasi
kebekuan fikiran atau fisik peserta. Permainan juga dimaksudkan untuk
membangun suasana belajar yang dinamis, penuh semangat, dan antusiasme.
Karakteristik permainan adalah menciptakan suasana belajar yang menyenangkan
(fun) serta serius tapi santai (sersan). Permainan digunakan untuk penciptaan
suasana belajar dari pasif ke aktif, dari kaku menjadi gerak (akrab), dan dari jenuh
menjadi riang (segar). Metode ini diarahkan agar tujuan belajar dapat dicapai
secara efisien dan efektif dalam suasana gembira meskipun membahas hal-hal
yang sulit atau berat.Sebaiknya permainan digunakan sebagai bagian dari proses
belajar, bukan hanya untuk mengisi waktu kosong atau sekedar permainan.
Permainan sebaiknya dirancang menjadi suatu ‘aksi’ atau kejadian yang dialami
sendiri oleh peserta, kemudian ditarik dalam proses refleksi untuk menjadi
hikmah yang mendalam (prinsip, nilai, atau pelajaran-pelajaran). Wilayah
perubahan yang dipengaruhi adalah rana sikap-nilai.
d.     
Teknik Pembelajaran
Teknik
pembelajaran dapat diatikan sebagai cara yang dilakukan seseorang dalam
mengimplementasikan suatu metode secara spesifik. Misalkan, penggunaan metode
ceramah pada kelas dengan jumlah siswa yang relatif banyak membutuhkan teknik
tersendiri, yang tentunya secara teknis akan berbeda dengan penggunaan metode
ceramah pada kelas yang jumlah siswanya terbatas. Demikian pula, dengan
penggunaan metode diskusi, perlu digunakan teknik yang berbeda pada kelas yang
siswanya tergolong aktif dengan kelas yang siswanya tergolong pasif. Dalam hal
ini, guru pun dapat berganti-ganti teknik meskipun dalam koridor metode yang
sama.

2. Kriteria Pemilihan Strategi Pembelajaran
Strategi pembelajaran yang dipilih oleh guru selayaknya didasari pada
berbagai pertimbangan sesuai dengan situasi, kondisi dan lingkungan yang akan
dihadapinya.
Pemilihan strategi pembelajaran umumnya bertolak dari ;
Pemilihan strategi pembelajaran umumnya bertolak dari ;
a.       rumusan tujuan pembelajaran yang telah
ditetapkan, 
b.      analisis kebutuhan dan karakteristik
peserta didik yang dihasilkan, dan 
c.       jenis materi pelajaran yang akan
dikomunikasikan.
A.Kozma dalam Gafur (1989) , Secara umum menjelaskan bahwa strategi pembelajaran dapat diartikan sebagai setiap kegiatan yang dipilih, yaitu yang dapat memberikan fasilitas atau bantuan kepada peserta didik menuju tercapainya tujuan pembelajaran tertentu.
A.Kozma dalam Gafur (1989) , Secara umum menjelaskan bahwa strategi pembelajaran dapat diartikan sebagai setiap kegiatan yang dipilih, yaitu yang dapat memberikan fasilitas atau bantuan kepada peserta didik menuju tercapainya tujuan pembelajaran tertentu.
Komponen
strategi pembelajaran
1.      Kegiatan Pembelajaran Pendahuluan
Kegiatan pendahuluan sebagai bagian dari suatu sistem pembelajaran secara
keseluruhan memegang peranan penting. 
2.      Penyampaian Informasi
Penyampaian informasi seringkali dianggap sebagai suatu kegiatan paling
penting dalam proses pembelajaran, padahal bagian ini hanya merupakan salah
satu komponen dari strategi pembelajaran. Artinya tanpa adanya kegiatan
pendahuluan yang menarik atau dapat memotivasi peserta didik dalam belajar maka
kegiatan penyampaian informasi ini menjadi tidak berarti.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penyampaian informasi adalah
urutan, ruang lingkup danjenis materi.
a) Urutan penyampaian
b) Ruang lingkup materi yang disampaikan
c) Materi yang akan disampaikan
Materi pelajaran umumnya merupakan gabungan antara jenis materi yang
berbentuk pengetahuan (fakta dan informasi yang terperinci), keterampilan
(langkah-langkah, prosedur, keadaan dan syarat-syarat tertentu) dan sikap
(berisi pendapat ide, saran atau tanggapan) (Kemp, 1977). Merril (1977, h.37)
membedakan isi pelajaran menjadi 4 jenis yaitu fakta, konsep, prosedur dan
prinsip.
3.      Partisipasi Peserta Didik
Berdasarkan prinsip student centered maka peserta didik merupakan pusat
dari suatu kegiatan belajar. Dalam masyarakat belajar dikenal istilah CBSA
(Cara Belajar Siswa Aktif) yang diterjemahkan dari’ SAL (Student Active
Learning) yang maknanya adalah bahwa proses pembelajaran akan iebih berhasil
apabila peserta didik secara aktif melakukan latihan-latihan secara langsung
dan relevan dengan tujuan pembelajaran yang sudah ditetapkan (Dick dan Carey,
1978, h 108). 
Terdapat beberapa hal penting yang berhubungan dengan partisipasi peserta
didik, yaitu:
a. Latihan dan praktek seharusnya dilakukan setelah peserta didik diberi informasi
tentang suatu pengetahuan,sikap atau keterampiian tertentu. 
b. Umpan Balik
Segera setelah peserta didik menunjukkan perilaku tertentu sebagai hasil
belajarnya, maka , guru memberikan umpan batik (feedback) terhadap hasil
belajar tersebut. Melalui umpan balik yang diberikan oleh guru, peserta didik
akan segera mengetahui apakah jawaban yang merupakan kegiatan yang telah mereka
lakukan itu benar/atau salah, tepat/tidak tepat atau ada sesuatu yang perlu
diperbaiki. 
4.      Tes
Serangkaian tes umum yang digunakan oleh guru untuk mengetahui
(a) apakah tujan pembelajaran khusus telah tercapai atau belum, dan
(b) apakah pengetahuan, sikap dan keterampilan telah benar-benar dimiliki oleh peserta didik atau belum.
(a) apakah tujan pembelajaran khusus telah tercapai atau belum, dan
(b) apakah pengetahuan, sikap dan keterampilan telah benar-benar dimiliki oleh peserta didik atau belum.
5.      Kegiatan Lanjutan
Kegiatan yang dikenal dengan istilah follow up dari suatu hasil kegiatan
yang telah dilakukan seringkali tidak dilaksanakan dengan baik oleh guru. Dalam
kenyataannya, setiap kali setelah tes dilakukan selalu saja terdapat peserta
didik yang berhasil dengan bagus atau di atas rata-rata :
a.              
hanya
menguasai sebagian atau cenderung di rata-rata tingkat penguasaan yang
diharapkan dapat dicapai 
b.             
Peserta
didik seharusnya menerima tindak lanjut yang berbeda sebagai konsekuensi dari
hasil belajar yang bervariasi tersebut.
Kriteria
pemelihan strategi pembelajaran yang dapat digunakan dalam memilih strategi
pembelajaran, yaitu:
1. Berorientasi
pada tujuan pembelajaran
2. Pilih teknik
pembelajaran sesuai dengan keterampilan yang diharapkan dapat dimiliki saat
bekerja nanti  (dihubungkan dengan dunia kerja).
3. Gunakan media pembelajaran yang sebanyak mungkin memberikan rangsangan pada indera peserta didik.
3. Gunakan media pembelajaran yang sebanyak mungkin memberikan rangsangan pada indera peserta didik.
Gerlach dan Ely (1990, him 173) menjelaskan pola umum pemilihan strategi
pembelajaran yang akan digambarkan melalui bagan berikut ini: pemilihan
strategi pembelajaran yang didasari pada prinsip efisiensi, efektivftas, dan
keterlibatan peserta didik.
1.     
Efisiensi
Penggunaan strategi pembelajaran yang tepat dan pemilihan metode yang
mendukung tercapainya tujuan yang telah ditetapkan.
2.     
Efektivitas
Pada dasarnya efektivitas ditujukan untuk menjawab pertanyaan
seberapajauh tujuan pembe¬lajaran telah dapat dicapai oleh peserta didik. Perlu
diingat bahwa strategi yang paling efisien sekalipun tidak otomatis menjadi
strategi yang efektif. 
3.     
Keterlibatan Peserta
Didik
Pada dasamya keteriibatan peserta didik dalam proses pembelajaran sangat
dipengaruhi oleh tantangan yang dapat membangkitkan motivasinya dalam
pembelajaran. Strategi pembelajaran yang besifat inkuiri pada umumnya dapat
memberikan rangsangan belajar yang lebih intensif dibandingkan dengan strategi
pembelajaran yang hanya bersifat ekspositori.
3. Strategi Kontekstual
Pendekatan kontektual(Contextual Teaching and Learning /CTL) merupakan
konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan
dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai
anggota keluarga dan masyarakat. Dengan konsep itu, hasil pembelajaran
diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung alamiah
dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan mentransfer pengetahuan
dari guru ke siswa. Strategi pembelajaran lebih dipentingkan daripada hasil.
Dalam kelas kontektual, tugas guru adalah membantu siswa mencapai
tujuannya. Maksudnya, guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada
memberi informasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja
bersama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas (siswa). Sesuatu
yang baru datang dari menemukan sendiri bukan dari apa kata guru. Begitulah
peran guru di kelas yang dikelola dengan pendekatan kontekstual 
Beberapa
strategi pengajaran yang dapat dikembangkan oleh guru melalui pembelajaran
kontekstual, antara lain: 
1.     
Pembelajaran berbasis
masalah 
Sebelum memulai proses belajar-mengajar di dalam kelas, siswa terlebih
dahulu diminta untuk mengobservasi suatu fenomena terlebih dahulu. Kemudian
siswa diminta untuk mencatat permasalahan-permasalahan yang muncul. Setelah
itu, tugas guru adalah merangsang siswa untuk berpikir kritis dalam memecahkan
masalah yang ada. Tugas guru adalah mengarahkan siswa untuk bertanya,
membuktikan asumsi, dan mendengarkan perspektif yang berbeda dengan mereka. 
2.     
Memanfaatkan lingkungan
siswa untuk memperoleh pengalaman belajar 
Guru memberikan penugasan yang dapat dilakukan di berbagai konteks
lingkungan siswa antara lain di sekolah, keluarga, dan masyarakat. Penugasan
yang diberikan oleh guru memberikan kesempatan bagi siswa untuk belajar di luar
kelas. Misalnya, siswa keluar dari ruang kelas dan berinteraksi langsung untuk
melakukan wawancara. Siswa diharapkan dapat memperoleh pengalaman langsung
tentang apa yang sedang dipelajari. Pengalaman belajar merupakan aktivitas
belajar yang harus dilakukan siswa dalam rangka mencapai penguasaan standar
kompetensi, kemampuan dasar dan materi pembelajaran. 
3.     
Memberikan aktivitas
kelompok 
Aktivitas belajar secara kelompok dapat memperluas perspektif serta
membangun kecakapan interpersonal untuk berhubungan dengan orang lain. Guru
dapat menyusun kelompok terdiri dari tiga, lima maupun delapan siswa sesuai
dengan tingkat kesulitan penugasan. 
4.     
Membuat aktivitas
belajar mandiri 
Peserta didik tersebut mampu mencari, menganalisis dan menggunakan
informasi dengan sedikit atau bahkan tanpa bantuan guru. Supaya dapat
melakukannya, siswa harus lebih memperhatikan bagaimana mereka memproses
informasi, menerapkan strategi pemecahan masalah, dan menggunakan pengetahuan
yang telah mereka peroleh. Pengalaman pembelajaran kontekstual harus mengikuti
uji-coba terlebih dahulu; menyediakan waktu yang cukup, dan menyusun refleksi;
serta berusaha tanpa meminta bantuan guru supaya dapat melakukan proses
pembelajaran secara mandiri (independent learning). 
5.     
Membuat aktivitas
belajar bekerjasama dengan masyarakat 
Sekolah dapat melakukan kerja sama dengan orang tua siswa yang memiliki
keahlian khusus untuk menjadi guru tamu. Hal ini perlu dilakukan guna
memberikan pengalaman belajar secara langsung dimana siswa dapat termotivasi
untuk mengajukan pertanyaan. Selain itu, kerja sama juga dapat dilakukan dengan
institusi atau perusahaan tertentu untuk memberikan pengalaman kerja. Misalnya
meminta siswa untuk magang di tempat kerja. 
6.     
Menerapkan penilaian
autentik 
Dalam pembelajaran kontekstual, penilaian autentik dapat membantu siswa
untuk menerapkan informasi akademik dan kecakapan yang telah diperoleh pada
situasi nyata untuk tujuan tertentu. Menurut Johnson (2002: 165), penilaian
autentik memberikan kesempatan luas bagi siswa untuk menunjukkan apa yang telah
mereka pelajari selama proses belajar-mengajar. Adapun bentuk-bentuk penilaian
yang dapat digunakan oleh guru adalah portfolio, tugas kelompok, demonstrasi,
dan laporan tertulis. 
Portfolio merupakan kumpulan tugas yang dikerjakan siswa dalam konteks
belajar di kehidupan sehari-hari. Siswa diharapkan untuk mengerjakan tugas
tersebut supaya lebih kreatif. Mereka memperoleh kebebasan dalam belajar.
Selain itu, portfolio juga memberikan kesempatan yang lebih luas untuk
berkembang serta memotivasi siswa. Penilaian ini tidak perlu mendapatkan
penilaian angka, melainkan melihat pada proses siswa sebagai pembelajar aktif. Sebagai
contoh, siswa diminta untuk melakukan survey mengenai jenis-jenis pekerjaan di
lingkungan rumahnya.
Tugas kelompok dalam pembelajaran kontekstual berbentuk pengerjaan
proyek. Kegiatan ini merupakan cara untuk mencapai tujuan akademik sambil
mengakomodasi perbedaan gaya belajar, minat, serta bakat dari masing-masing
siswa. Isi dari proyek akademik terkait dengan konteks kehidupan nyata, oleh
karena itu tugas ini dapat meningkatkan partisipasi siswa. Sebagai contoh,
siswa diminta membentuk kelompok proyek untuk menyelidiki penyebab pencemaran
sungai di lingkungan siswa. 
Dalam penilaian melalui demonstrasi, siswa diminta menampilkan hasil
penugasan kepada orang lain mengenai kompetensi yang telah mereka kuasai. Para
penonton dapat memberikan evaluasi pertunjukkan siswa. Sebagai contoh, siswa
diminta membentuk kelompok untuk membuat naskah drama dan mementaskannya dalam
pertunjukan drama. 
Bentuk penilaian yang terakhir adalah laporan tertulis. Bentuk laporan
tertulis dapat berupa surat, petunjuk pelatihan teknis, brosur, essai
penelitian, essai singkat.
Menurut Brooks&Brooks dalam Johnson (2002: 172), bentuk penilaian
seperti ini lebih baik dari pada menghafalkan teks, siswa dituntut untuk
menggunakan ketrampilan berpikir yang lebih tinggi agar dapat membantu
memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. 
Berdasarkan penjabaran yang telah dikemukakan diatas, kurikulum berbasis
kompetensi perlu dikembangkan supaya dapat diterapkan secara efektif di dalam
proses belajar mengajar. Guru sebagai pelaksana kurikulum dapat menerapkan
strategi pembelajaran kontekstual supaya dapat memberikan bentuk pengalaman
belajar. Dengan demikian, siswa diharapkan dapat memiliki kecakapan untuk
memecahkan permasalahan hidup sesuai dengan kegiatan belajar yang mengarahkan
siswa untuk terlibat secara langsung dalam konteks rumah, masyarakat maupun
tempat kerja. 
Keberhasilan penerapan pembelajaran kontekstual perlu melibatkan berbagai
pihak. Dalam hal ini, penulis menyarankan supaya pihak sekolah dan masyarakat
memiliki kesadaran akan pentingnya beberapa hal, yaitu:sumber belajar tidak
hanya berasal dari buku dan guru, melainkan juga dari lingkungan sekitar baik
di rumah maupun di masyarakat; strategi pembelajaran kontekstual memiliki
banyak variasi sehingga memungkinkan guru untuk mengembangkan model
pembelajaran yang berbeda dengan keajegan yang ada; pihak sekolah dan
masyarakat perlu memberikan dukungan baik materiil maupun non-materiil untuk
menunjang keberhasilan proses belajar siswa.
C.  
Beda
Strategi, Model, pendekatan, Metode, dan Teknik Pembelajaran
Banyak yang tidak paham dengan perbedaan anatara strategi,
model,pendekatan, metode, dan teknik. Nah berikut ini ulasan singkat tentang
perbedaan istilah tersebut.
Model pembelajaran adalah bentuk pembelajaran yang tergambar
dari awal sampai akhir yang disajikansecara khas oleh guru di kelas. Dalam
model pembelajaran terdapat strategi pencapaian kompetensi siswa dengan
pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran.
Pendekatan adalah konsep dasar yang mewadahi,menginsipi rasi,
menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu.
Metode pembelajaran adalah prosedur, urutan,langkah- langkah,
dan cara yang digunakan guru dalam pencapaian tujuan pembelajaran. Dapat
dikatakan bahwa metode pembelajaran merupakan jabaran dari pendekatan. Satu
pendekatan dapat dijabarkan ke dalam berbagai metode pembelajaran.
Dapat pula dikatakan bahwa metode adalah prosedur
pembelajaran yang difokuskan ke pencapaian tujuan. Dari metode, teknik
pembelajaran diturunkan secara aplikatif, nyata, dan praktis di kelas saat
pembelajaran berlangsung.
Teknik adalah cara kongkret yang dipakai saat proses
pembelajaran berlangsung. Guru dapat berganti- ganti teknik meskipun dalam
koridor metode yang sama. Satu metode dapat diaplikasikan melalui berbagai
teknik pembelajaran.
Bungkus dari penerapan pendekatan, metode, dan teknik pembelajarantersebut dinamakan model pembelajaran.
Bungkus dari penerapan pendekatan, metode, dan teknik pembelajarantersebut dinamakan model pembelajaran.
Sebagai ilustrasi, saat ini banyak remaja putri menggunakan
model celana Jablai yang terinspirasi dari lagu dangdut dan film Jablai.
Sebagai sebuah model, celana jablai berbeda dengan celana model lain meskipun
dibuat berdasarkan pendekatan, metode, dan teknik yang sama. Perbedaan tersebut
terletak pada sajian, bentuk, warna, dan disainnya. Kembali ke pembelajaran,
guru dapat berkreasi dengan berbagai model pembelajaran yang khas secara
menarik, menyenangkan, dan bermanfaat bagi siswa. Model guru tersebut dapat
pula berbeda dengan model guru di sekolah lain meskipun dalam persepsi
pendekatan dan metode yang sama.
BAB III
PENUTUP
A.   
KESIMPULAN
Sebagian besar      guru mengembangkan
komunitas
belajar untuk
menumbuhkan ketertarikan
 siswa
 dan
 motivasi  siswa  untuk
 belajar,  namun  usaha  untuk  membuat komunitas
 belajar  dalam
 kelas  bukanlah
 sebuah
 usaha
 yang  mudah  tapi  memerlukan kerja
 keras
 guru.  Beberapa
 kiat
 untuk  membuat  kelas  sebagai
 komunitas  belajar  dapat dilakukan strategi-strategi sebagai berikut:
1)  Meyakini
 Kapabilitas
 Siswa  dan  Memusatkan  Perhatian  pada  Faktor –Faktor
yang dapat diubah
2)  Menghindari
Penekanan -Berlebihan
pada Motivasi
Ekstrinsik
3)  Menciptakan
Situasi
Belajar yang Memiliki
 Feeling Tone Positif
4)  Penyandaran Diri pada Minat
dan Nilai
-Nilai Instrinsik Siswa
5)  Menstrukturisasikan Pembelajaran
untuk Mendapatkan “ Flow Experience
6)  Menggunakan  Pengetahuan  tentang  Hasil
 dan  Jangan  Mencari -Cari  Alasan
 untuk Kegagalan
7)  Memusatkan  Perhatian
 pada
 Kebutuhan
 Siswa,
 Termasuk  Kebutuhan  akan  
 Self- Determination
8)  Memusatkan
 Perhatian
 pada
 Struktur  Tujuan  Belajar  dan  Taraf  Kesulitan  Tugas
- Tugas
Instruksional
9)  Menggunakan Tugas -Tugas Multidimensional
Pembelajaran dikenal beberapa istilah yang memiliki kemiripan makna yaitu
(a). pendekatan
pembelajaran, (b) strategi pembelajaran, (c) metode pembelajaran; (d) teknik
pembelajaran; (e) taktik pembelajaran; dan (f) model pembelajaran.
Model pembelajaran adalah bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal
sampai akhir yang disajikansecara khas oleh guru di kelas. Pendekatan adalah
konsep dasar yang mewadahi,menginsipi rasi, menguatkan, dan melatari metode
pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu. Teknik adalah cara kongkret yang
dipakai saat proses pembelajaran berlangsung.
B.    
Saran
Guru perlu menguasai dan dapat menerapkan berbagai strategi
yang di dalamnya terdapat pendekatan, model, dan teknik secara spesifik. Dari
uraian di atas, dapat dikatakan bahwa sebenarnya aspek yang juga paling penting
dalam keberhasilan pembelajaran adalah penguasaan model pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA
Anderson,
L.W., & Krathwohl, D.R. 2001. A
Taxanomy For Learning, teaching, and          
Assessing: A revision of Bloom’s Taxanomy of Educational Objectives.
New York: Longman.
Arends,
Richard I. 2008. Learning To Teach, 7th
edition. New York: McGraw Hill, Inc.
Clark,
C.M. & Yinger, R.J. 1979. Three
Studies of Teacher Planning. East lansing, MI: Institue for research on
Teaching. Michigan State University.
Dirjen
POUD dan Dirjen Dikdasmen. 1996. Petunjuk
Peningkatan Mutu Pendidikan di sekolah Dasar. Jakarta: Depdikbud.
Joyce,
Bruce & Weil. 1996. Models of
Teaching 5th edition USA : by Allyn & Bacon-A Simon &
Schuster Company-Needham Heights,Mass.02194. 
Stronge,
J.H. 2002. Motivation of Effective
Teacher. Alexandria, VA: Association For Supervision and Curriculum development.
Walter
Doyle. 1986. Themes in Teacher Education
Research. New York: Macmillan.


 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar