Senin, 08 Mei 2017

KADAR METOKSIL DARI PEKTIN KULIT BUAH RAMBAI (Baccaurea motleyana)



ARTIKEL KIMIA

KADAR METOKSIL DARI PEKTIN KULIT BUAH RAMBAI
(Baccaurea motleyana)



OLEH :
IKA YUNI PESPARANI
ACC 111 0045

LABORATORIUM PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PALANGKARAYA
PALANGKARAYA
2014





KADAR METOKSIL DARI PEKTIN KULIT BUAH RAMBAI
(Baccaurea motleyana)

CONTENT METHOXYL OF PECTIN RAMBAI FRUIT RIND
(Baccaurea motleyana)

Ika Yuni Pesparani
Program Studi Pendidikan Kimia
Jurusan Pendidikan MIPA, FKIP Universitas Palangka Raya

ABSTRAK
Buah rambai (Baccaurea motleyana) adalah sejenis tanaman buah-buahan yang tumbuh di Asia Tenggara, seperti Thailand, Malaysia, dan Indonesia (terutama Sumatera dan Kalimantan). Kulit buah rambai mengandung pektin yang dapat digunakan untuk membuat jeli, selai, dan permen.
Pelaksanaan penelitian menggunakan metode ekstraksi dengan suhu 75oC dan waktu operasi 120 menit dengan pelarut aquades dan asam klorida kemudian ditambahkan etanol ke dalam filtrat pekat untuk mengendapkan pektin. Pektin basah dilakukan pengeringan pada suhu 45 oC untuk mendapatkan berat pektin kering yang ideal.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh pelarut asam klorida lebih optimal dibandingkan pelarut aquades. Rata-rata kadar pektin kulit buah rambai dengan jenis pelarut HCl yaitu 28,7545%, sedangkan aquades yaitu 21,8005 %. Rata-rata persen hasil kadar metoksil pektin dengan pelarut asam klorida yaitu 18,39 %, sedangkan akuades 17,67 %.

Kata kunci : kulit buah rambai, ekstraksi, kadar metoksil pektin
ABSTRACT
Rambai fruit (Baccaurea Motleyana) is a kind of fruit plant that live and grows in south east Asians, like as Thailand, Malaysia, and Indonesia (special, Kalimantan and Sumatera. This rind contains pectin that could be used to make a jelly, jam, and candy.
 The research were performed by using a method at a temperature (75oC) and operation time (120 minutes) added applying de-ionized water and hydrochloric acid then alcohol 96% to precipitate the pectin. Wet pectin was dried at 45 oC to obtain constant weight dry pectin.
Results showed that hydrochloric acid influenced was harder than using de-ionized water. The average percentage of pectin yield with hydrochloric acid was 28,7545%, whereas 21,8005 %. in de-ionized water. The average percentage of methoxyl content with hydrochloric acid was 18,39 % whereas 17,67 % in de-ionized water.

Key word : Rambai  fruit rind, extraction, pectin, methoxyl content analysis



PENDAHULUAN
Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk maka kebutuhan terhadap pangan semakin meningkat sesuai dengan permintaan produk pangan yang semakin tinggi dan bervariasi, salah satu nya adalah pektin. Ciri-ciri buah atau sayuran yang mengandung pektin yaitu terdapat pada dinding sel primer tanaman, khususnya pada sela-sela antara selulosa dan hemiselulosa, dan juga buah-buahan atau sayuran yang terkandung air.
Pektin berasal dari bahasa yunani yang artinya pengentalan. Pektin pertama kali diisolasi dan dikembangkan pada tahun 1825 oleh Heneri Bracannot. Pektin memiliki nilai tinggi sebagai bahan makanan yang digunakan untuk gelling agent (Pranati Srivasta dan Rishabha Malviya, 2011).
Pektin banyak dimanfaatkan baik dalam industri pangan maupun non pangan. Sejauh ini kebutuhan terhadap pektin terpenuhi dari hasil impor, padahal sumber pektin sangat mudah didapat. Untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri hingga saat ini, Indonesia mengandalkan pektin impor dari mancanegara terutama dari Jerman dan Denmark. Nilai ekonomi pektin cukup tinggi. Harga eceran tepung pektin berkisar antara Rp.200.000,- sampai Rp.300.000,-/kg. Pada tahun 2007 impor pektin Indonesia mencapai 136.334 kg dan meningkat pada tahun 2008 menjadi 670.410 kg (BPS, 2010). Peningkatan ini disebabkan karena Indonesia belum memiliki industri penghasil pektin (Widyaningrum,dkk.2014).
Adapun sumber bahan baku pektin yang diduga memiliki potensi untuk dikembangkan yakni pektin yang berasal dari Baccaurea motleyana. Baccaurea motleyana atau yang lebih dikenal di Indonesia khususnya di Kalimantan Tengah dengan nama buah rambai.
Musim buah Rambai setahun sekali, buah Rambai berasa manis – manis masam, dengan buah yang berisi 2 – 4 juring (Utami, Nila. 2013). Kulit rambai belum banyak dimanfaatkan oleh masyarakat, melainkan hanya dibuang karena masyarakat belum tahu kandungan pektin dalam kulit buah rambai. Ditinjau dari permasalahan tersebut maka perlu dilakukan pemanfaatan pektin dari kulit buah rambai.
Untuk mendapatkan pektin dari kulit rambai ini dilakukan dengan metode ekstraksi pelarut yaitu refluk modifikasi. Refluk adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Ekstraksi refluks digunakan untuk mengektraksi bahan-bahan yang tahan terhadap pemanasan.

METODOLOGI PENELITIAN
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah, blender, ayakan, cawan petri, cawan porselen, alat rotary evaporator, magnetic stirrer, penangas , labu leher dua, kondensor, pipa air keluar dan air masuk, kran air, gelas ukur, corong, gelas kimia, kain blacu, oven air concept, neraca analitik, buret (lengkap), erlenmeyer, pipet tetes, pipet volume, termometer.
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah kulit buah rambai, NaOH 0,1N, NaOH 0,25N, HCl 37%, HCl 0,03N, HCl 0,25N, alcohol 70%, indikator phenoptalen (pp), pH indikator/universal, akuades, kertas saring.

Ekstraksi Pektin
Sampel sebanyak 15 gram dimasukkan ke dalam labu leher dua 500 mL, kemudian ditambahkan larutan HCl 0,03 N sebanyak 150 mL, dimasukkan magnetic stirrer ke dalam larutan tersebut, kemudian dipanaskan pada suhu 75°C dan waktu 120 menit. Selanjutnya dilakukan penyaringan dengan menggunakan kain blacu dan filtrat diambil. Filtrat ini disebut filtrat pektin.
Filtrat hasil penyaringan kemudian dipekatkan. Filtrat pekat selanjutnya didinginkan dan ditambahkan alkohol 96% dengan perbandingan volume 1:1 dan diendapkan selama ±12 jam. Endapan dipisahkan dengan menggunakan kertas saring. Endapan ini disebut gel atau pektin basah.
Gel pektin kemudian dikeringkan dalam oven pada temperatur 45°C hingga kering. Pektin kering kemudian ditimbang dan dicatat beratnya. Langkah diatas diulang untuk jenis pelarut aquades.

Kandungan Metoksil
Ditimbang 0,05 g pektin kering (dari percobaan dengan pelarut HCl), kemudian dilarutkan dengan 10 mL aquades dan diukur pH larutan. Larutan kemudian dinetralkan dengan menambahkan larutan NaOH 0,1 N tetes demi tetes hingga pH mencapai 7. Selanjutnya ditambahkan dengan NaOH 0,25 N sebanyak 25 mL diaduk dan didiamkan selama 30 menit pada suhu kamar dalam keadaan tertutup. Kemudian ditambahkan 25 mL HCl 0,25 N dan ditetesi dengan indicator pp sebanyak 5 tetes. Selanjutnya Di titrasi dengan NaOH 0,1 N sampai terjadi perubahan warna larutan menjadi warna merah muda. Dicatat volume titran. Dihitung kadar metoksil dengan menggunakan rumus:
MeO% = x 100 %      , dimana 31 adalah berat molekul dari CH3O.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Tahap Preparasi Sampel Kulit Buah Rambai
Sampel pada penelitian ini adalah kulit dari buah rambai (Baccaurea motleyana) yang berwarna coklat muda seperti pada gambar 1 dan dibeli di pasar di Palangka Raya, Kalimantan Tengah. Kulit buah rambai tersebut dikeringkan sehingga kadar air yang terkandung di dalam kulit buah rambai hilang. Pada proses pengeringan, berdasarkan gambar 1, kulit buah rambai berwarna coklat tua yang berarti bahwa kulit buah rambai ini mengandung zat antioksidan. Proses pengeringan kulit buah rambai ini bertujuan untuk memudahkan proses penghancuran kulit buah rambai menjadi bentuk serbuk dan proses ekstraksi.

       

Selanjutnya kulit tersebut dihancurkan hingga menjadi bentuk serbuk dengan menggunakan blender. Setelah menjadi serbuk kasar, serbuk kulit buah rambai diayak untuk mendapatkan serbuk halus. Berdasarkan gambar 2, warna dari serbuk atau bubuk kulit buah rambai yaitu coklat muda. Proses pembuatan serbuk kulit buah rambai bertujuan untuk memperkecil ukuran bubuk kulit buah rambai, karena pada saat proses ekstraksi ukuran bahan sangat menentukan, semakin kecil ukuran bahan (bubuk) kulit buah rambai akan mempermudah proses ekstraksi, hal ini disebabkan semakin kecil ukuran maka luas permukaannya semakin besar, sehingga akan lebih mudah terekstrak oleh pelarut, dan komponen yang terekstrak akan semakin banyak.

Tahap Ekstraksi Pektin dan Isolasi pektin
Proses ekstraksi yang dilakukan dengan menggunakan metode ekstraksi refluks. Proses ekstraksi dilakukan dengan menggunakan pelarut polar, yaitu aquades dan asam klorida dengan volume 150 mL dan dengan berat sampel kulit buah rambai sebanyak 15 gram. Waktu ekstraksi pektin pada penelitian ini yaitu 120 menit karena waktu ekstraksi optimum yaitu pada rentang waktu 1,5-2 jam untuk kedua jenis solvent (HCl dan akuades). Apabila melewati waktu ekstraksi maksimumnya, hasil pektin yang didapat akan mengalami penurunan dikarenakan pektin yang terbentuk mengalami hidrolisa lebih lanjut menjadi asam pektat. Dan bila waktu ekstraksi terus ditambah maka pektin akan mengalami kejenuhan yang tetap serta mengakibatnkan rusaknya pektin yang terbentuk. Suhu ekstraksi pektin pada penelitian ini yaitu 75 oC  karena suhu optimum yaitu pada suhu 70 oC, 75 oC, dan 80 oC, tetapi temperatur yang terlalu tinggi tidak diinginkan karena temperatur yang semakin tinggi akan menyebabkan ikatan hydrolytic pada ikatan rantai galakturonan menjadi cepat terlepas. Pada suhu mendekati 90 oC akan terjadi degradasi yang semakin cepat dan pada akhirnya akan merusak material yang akan diproses dimana dalam hal ini adalah pektin. Penelitian ini dilakukan dua kali (duplo).
Dari ekstraksi ini diperoleh filtrat yang berwarna coklat muda. Selanjutnya filtrat tersebut dipekatkan dengan menggunakan penangas hingga sisa sampel kulit buah rambai mengental dan warna filtrat coklat tua atau pekat. Setelah itu, filtrat pekat ini ditambahkan alkohol 96% dan didiamkan ±12 jam. Alkohol 96% yang ditambahkan dalam larutan pektin akan bersifat sebagai penghidrasi yang mengakibatkan keseimbangan pektin dengan air akan terganggu dan pektin mengendap. Alkohol 96% memiliki sifat yang kurang polar dari pada air, sehingga ketika ditambah ke larutan akan mengacaukan interaksi molekul pektin, air dan ion-ion yang terdapat pada larutan. Molekul-molekul pektin akan berdekatan dan berinteraksi, kemudian membentuk clump atau gumpalan pektin.
Selanjutnya endapan pektin dipisahkan dari alkohol 96% dengan cara disaring. Endapan pektin basah ini dikeringkan di oven air concept pada suhu 45°C agar didapat berat pektin ideal. Dari hasil percobaan yang diperoleh dalam penelitian diperoleh data sebagai berikut :

Tabel 1.
Hasil Ekstraksi Pektin Kulit Rambai Berdasarkan Jenis pelarut
Ekstraksi dengan pelarut air
Volume filtrat
(mL)
Volume Filtrat pekat
(mL)
Volume etanol
(mL)
Berat Pektin Kering
(g)
Kadar Pektin Kering
(%)
Percobaan I
100
25
25
3,3153
22,102
Percobaan II
97
25
25
3,2248
21,499
Rata – rata Kadar pektin
21,8005
Ekstraksi dengan pelarut HCl
Volume filtrat
(mL)
Volume Filtrat pekat
(mL)
Volume etanol
(mL)
Berat Pektin Kering
(g)
Kadar Pektin Kering
(%)
Percobaan I
94
25
25
4,2273 
28,182
Percobaan II
97
25
25
4,3990
29,327
Rata – rata Kadar Pektin
28,7545













Kadar Pektin
Kadar pektin yang dihasilkan dari masing-masing jenis pelarut dapat dilihat pada tabel 1. Kadar pektin tertinggi dihasilkan pada perlakuan jenis pelarut HCl, sedangkan kadar pektin terendah dihasilkan pada perlakuan faktor pelarut aquades. HCl bersifat asam, sedangkan aquades bersifat netral. Atom hidrogen (H) pada gugus karboksil (−COOH) dalam asam karboksilat pada asam klorida (HCl) dapat dilepaskan sebagai ion H+ (proton), sehingga memberikan sifat asam. Semakin rendah tingkat keasaman, terjadinya degradasi yang menyebabkan rusaknya reaksi menjadi lebih cepat terlebih dengan semakin meningkatnya suhu operasi menjadikan reaksi yang terjadi berjalan semakin cepat serta membuat molekul hydrolytic pada ikatan rantai galakturonan menjadi lebih cepat terlepas.   Pengaruh pelarut HCl yang asam ini lah yang menyebabkan kadar pektin lebih banyak dibandingkan pelarut aquades.

Penampakan Visual Pektin Terhadap Jenis Pelarut
Pektin yang dihasilkan pada perlakuan ini dilakukan pengamatan secara visual terhadap sifat fisis dari pektin itu sendiri dapat dilihat pada tabel 2.

  
Tabel 2.
Penampakan Visual Dari Pektin Rambai
Ekstraksi
dengan pelarut air
Warna sampel
Warna Air
Warna filtrat
Warna Filtrat pekat
Warna etanol
Warna Filtrat pekat + etanol
Warna Pektin Kering
Percobaan I
Coklat muda
Bening
coklat muda
coklat tua
bening
coklat
coklat agak tua
Percobaan II
coklat muda
Bening
coklat muda
coklat tua
bening
coklat
coklat agak  tua
Ekstraksi dengan pelarut HCl
Warna sampel
Warna Air
Warna filtrat
Warna Filtrat pekat
Warna etanol
Warna Filtrat pekat + etanol
Warna Pektin Kering
Percobaan I
Coklat muda
bening
coklat agak tua
coklat tua
bening
coklat
coklat lebih tua
Percobaan II
coklat muda
bening
coklat agak tua
coklat tua
bening
coklat
coklat lebih tua











Ternyata warna dari pektin yang dihasilkan dengan menggunakan pelarut asam klorida berwarna coklat lebih tua, sedangkan dengan menggunakan pelarut aquades berwarna coklat agak tua.

Kandungan Metoksil
Untuk menguji kandungan metoksil dilakukan dengan cara titrasi, yang nantinya analit akan berubah warna menjadi merah muda (mencapai titik ekivalen) tabel 3. Titran ditambahkan sedikit demi sedikit melalui sebuah buret dalam bentuk larutan yang konsentrasinya telah diketahui. Proses penambahan titran ke dalam larutan analit sampai terjadi reaksi sempurna, dimana reaksi tepat berlangsung sempurna. Secara konvensional, titik ekivalen dapat diketahui melalui perubahan yang terjadi dalam larutan yang dititrasi, baik yang diakibatkan oleh analit, titran atau zat lain yang sengaja ditambahkan.
Untuk menentukan saat tercapainya titik ekivalen pada titrasi, digunakan suatu zat penunjuk yang disebut indikator dimana perubahan warna zat ini tergantung pada besarnya konsentrasi ion H+ atau pH larutan. Perubahan warna ini dari suatu indikator tidak terjadi secara drastis, melainkan dalam suatu interval pH yang kecil. Indikator ini disebut indikator asam-basa yang setiap jenis indikator mempunyai interval pH tertentu yang besarnya tidak sama antara jenis indikator yang satu dengan yang lain.
Semua indikator pada umumnya adalah asam-asam atau basa-basa organik lemah yang berbeda warnanya dalam bentuk molekul dan dalam bentuk ionnya. Apabila untuk indikator asam dinyatakan dengan rumus HIn dan untuk indikator basa dengan rumus InOH, maka didalam larutan yang encer indikator tersebut akan berada dalam kesetimbangan. Pada penelitian ini digunakan indikator phenopthalen (pp) karena sebagian besar titrasi menggunakan larutan indikator ini dan indikator phenopthalen (pp) perubahan warna dengan meningkatnya pH dari tak berwarna – merah, jangkauan pH atau trayek perubahan warnanya dari 8,0 – 9,6 .
 Apabila reaksi larutan standar dengan zat yang akan ditentukan telah sempurna, maka indikator tersebut akan memberikan perubahan warna larutan atau terbentuknya kekeruhan/endapan dalam larutan yang dititrasi. Saat dimana indikator telah menunjukkan perubahan warna, titrasi harus dihentikan. Indikator pp merupakan indikator asam lemah. Pada penelitian ini, penambahan ion hidroksida yang stabil atau tidak berlebih menghilangkan ion hidrogen dari kesetimbangan yang mengarah ke kanan untuk menggantikannya dan mengubahnya indikatornya menjadi merah muda.
Pada proses titrasi, yang dimaksud titik ekivalen adalah saat dimana banyaknya ekivalen atau mili ekivalen zat yang dititrasi sama dengan banyaknya ekivalen atau mekivalen zat penitrasi. Zat yang dititrasi maupun zat penitrasi dalam bentuk larutan, maka ekivalen sama dengan volume dikalikan dengan normalitas larutan. Volume titran yang diperoleh dikalkulasikan dengan rumus metoksil ( tabel 4 dan 5).

Tabel 3.
Volume Titran  Pada Saat Titrasi Pektin
Ekstraksi dengan pelarut Air
Warna Pektin + NaOH 0,1 N + NaOH 0,25 N
Warna Pektin + NaOH 0,1 N + NaOH 0,25 N +  HCl 0,25 N + indikator PP
Volume titrasi
Warna hasil titrasi
Percobaan I
Coklat kurang tua
coklat sangat muda
V1 = 2,7 mL
V2 = 2,5 mL
V3 =2,4 mL
merah muda
Percobaan II
Coklat kurang tua
coklat sangat muda
V1 = 3,1 mL
V2 = 3,1 mL
V3 = 3,3 mL
merah muda

Ekstraksi dengan pelarut HCl
Warna Pektin + NaOH 0,1 N + NaOH 0,25 N
Warna Pektin + NaOH 0,1 N + NaOH 0,25 N +  HCl 0,25 N + indikator PP
Volume titrasi
Warna hasil titrasi
Percobaan I
Coklat kurang tua
coklat sangat muda
V1 = 3,2 mL
V2 = 2,5 mL
V3 = 3 mL
merah muda
Percobaan II
Coklat kurang tua
coklat sangat muda
V1 = 3,1 mL
V2 = 3 mL
V3 = 3mL
merah muda

Tabel 4.
( Air )Kadar MeO Pektin Dalam Rambai
Percobaan
Volume Titran
% Kadar Metoksil
I
V1 = 2,7 mL
V2 = 2,5 mL
V3 = 2,4 mL
16,74
15,50
14,88
Rata-rata % Kadar Metoksil  (I)
15,71
II
V1 = 3,1 mL
V2 = 3,3 mL
V3 = 3,3 mL
19,22
19,22
20,46
Rata-rata % Kadar Metoksil  (II)
19,63
Rata-rata (%) kadar metoksil (I dan II)
17,67

Tabel 5.
( HCl )Kadar MeO Pektin Dalam Rambai
Percobaan
Volume Titran
% Kadar Metoksil
I
V1 = 3,2 mL
V2 = 2,5 mL
V3 = 3 mL
19,83
15,50
18,60
Rata-rata % Kadar Metoksil  (I)
17,98
II
V1 = 3,1 mL
V2 = 3 mL
V3 = 3 mL
19,22
18,60
18,60
Rata-rata % Kadar Metoksil  (II)
18,81
Rata-rata (%) kadar metoksil (I dan II)
18,39

Pada tabel 5 di atas menunjukkan bahwa perolehan kadar metoksil tertinggi dimiliki oleh pektin dengan pelarut asam klorida (HCl), sedangkan kadar metoksil terendah dimiliki oleh pektin dengan pelarut aquades. Kandungan metoksil pektin dari kulit rambai ini termasuk jenis high ester metil karena kandungan lebih besar dari 7%.  Adapun rumus kimia pektin yang mengandung kadar metoksil terdapat pada gambar 3.

Gambar 3. Struktur Pektin yang mengandung kadar metoksil
Kadar metoksil didefinisikan sebagai jumlah mol metanol yang terdapat di dalam 100 mol asam galakturonat. kadar metoksil pektin memiliki peranan penting dalam menentukan sifat fungsional larutan pektin dan dapat mempengaruhi struktur dan tekstur dari gel pektin. Pektin metoksil tinggi membentuk gel dengan gula dan asam, yaitu dengan konsentrasi gula 58 - 75% dan pH 2,8 – 3,5. Pektin bermetoksil rendah tidak mampu membentuk gel dengan asam dan gula tetapi membentuk gel dengan adanya ion-ion kalsium.


Gambar 4. Struktur Pektin

 


Gambar 5. Pektin bermetoksil rendah membentuk gel dengan adanya ion-ion kalsium.

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1.    Rata-rata kadar pektin kulit buah rambai dengan jenis pelarut HCl yaitu 28,7545%
2.    Rata-rata kadar pektin kulit buah rambai dengan jenis pelarut aquades yaitu 21,8005 %
3.    Rata-rata kadar metoksil kulit buah rambai dengan jenis pelarut HCl yaitu 18,39%
4.    Rata-rata kadar metoksil kulit buah rambai dengan jenis pelarut akuades yaitu 17,67%
5.    Kulit buah rambai mengandung pektin dengan jenis high ester metoksil

Saran
Di Kalimantan Tengah banyak sekali terdapat buah-buahan. Buah-buahan yang sifat-sifatnya mirip seperti buah rambai diduga mengandung pektin. Untuk itu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk jenis buah-buahan yang lain.

DAFTAR PUSTAKA
Abudarin. 2002. Buku Ajar Kimia Analisis II. Palangka Raya: Program Studi Pendidikan Kimia PMIPA Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Palangka Raya.
Belitz, H.D., Grosch, W., dan Schieberle, P. 2009. Food Chemistry 4th Revised and Extended Edition. German: Le-tex Publishing Services oHG, Leipzig.
Hanum, F., irza, M.D.K, Martha, A.T. 2012. “Ekstraksi Pektin dari Kulit Buah Pisang Raja (Musa Sapientum)”. Jurnal Teknik Kimia USU (online), Vol.1, No.2.
Meilina, H., dan Sailah, I. Produksi Pektin dari Kulit Jeruk Lemon (Citrus Medica). Institut Pertanian Bogor: Bogor.
Pardede, A., Devi, R., Agus, M.H. 2013. Ékstraksi dan Karakterisasi Pektin dari Kulit Kemiri (Alleurites Mollucana Wild)”. Media Sains, (online), Vol.5, No.1.
Prasetyowaty, karina, P.S., Healthy, P. Ekstraksi Pektin dari Kulit Mangga. Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Brawijaya.
Sah Mohid Ismail, Norazelina., Nazarrudin, R., Norziah, M.H, Zainudin, M. 2012. Ezxtraction and Characterization of Pectin from Dragon Fruit (Hylocereus Polyrhizus) Using Various Extraction Condition. Sains Malaysiana (online) Vol. 41, No.1.
Satria, H.B., dan Yusuf, A. Pengolahan Limbah Kulit Pisang Menjadi Pektin dengan Metode Ekstraksi. Semarang: Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro.
Sharma, B.R., Naresh, L., N.C. Dhuldhoya, S.U. Merchant, U.C. Merchant. 2006. An Overview on Pectin. Times Food Processing Journal.
Srivastava, P. dan Malviya, R. 2011. “Sources of Pectin, Extraction and Its Applications in Pharmaceutical Industry-An Overview”. Indian Journal of Natural Products and resources, (online), Vol.2, No 1.
Tuhuloula, Abubakar., Lestari, B., Etha, N.F. 2013. Karakterisasi Pektin dengan Memanfaatkan Limbah Kulit Pisang menggunakan Metode Ekstraksi, Konversi, Vol. 2, No.1.
Urias-Orona, V., Agustin, R.C, Jaime, L.M, Elizabeth, C.M, Alfonso, A.G, Benzamin, R.W. 2010. “A Novel Pectin Material : Extraction, Characterization and Gelling Properties”. International Journal of Molecular Sciences (Int. J. Mol. Sci) (online).
Utami, Nila. 2013. Musim Buah di Pasar Ampah.
Wachida, Nur dan Yunianta. Ekstraksi Pektin dari Kulit Jeruk Manis (Citrus Sunensis Osbeck) Kajian Tingkat Kematangan dan Jenis Pengendap). Malang: Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar