ARTIKEL KIMIA
KADAR METOKSIL DARI PEKTIN KULIT
BUAH RAMBAI
(Baccaurea motleyana)
OLEH :
IKA YUNI PESPARANI
ACC 111 0045
LABORATORIUM PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN KIMIA
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN
ILMU PENGETAHUAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PALANGKARAYA
PALANGKARAYA
2014
KADAR METOKSIL
DARI PEKTIN KULIT BUAH RAMBAI
(Baccaurea motleyana)
CONTENT METHOXYL
OF PECTIN RAMBAI FRUIT RIND
(Baccaurea motleyana)
Ika Yuni
Pesparani
Program Studi
Pendidikan Kimia
Jurusan Pendidikan
MIPA, FKIP Universitas Palangka Raya
ABSTRAK
Buah rambai (Baccaurea motleyana)
adalah sejenis tanaman buah-buahan yang tumbuh di Asia Tenggara, seperti
Thailand, Malaysia, dan Indonesia (terutama Sumatera dan Kalimantan). Kulit
buah rambai mengandung pektin yang dapat digunakan untuk membuat jeli, selai, dan
permen.
Pelaksanaan
penelitian menggunakan metode ekstraksi dengan suhu 75oC dan waktu operasi 120 menit
dengan pelarut aquades dan asam klorida kemudian ditambahkan etanol ke dalam
filtrat pekat untuk mengendapkan pektin. Pektin basah dilakukan pengeringan
pada suhu 45
oC
untuk mendapatkan berat pektin kering yang ideal.
Hasil
penelitian menunjukkan bahwa pengaruh pelarut asam klorida lebih optimal
dibandingkan pelarut aquades. Rata-rata kadar pektin kulit buah rambai dengan jenis pelarut HCl
yaitu 28,7545%,
sedangkan
aquades yaitu 21,8005 %.
Rata-rata persen hasil
kadar metoksil pektin dengan pelarut asam klorida yaitu 18,39 %, sedangkan akuades
17,67 %.
Kata kunci : kulit buah rambai, ekstraksi, kadar metoksil pektin
ABSTRACT
Rambai fruit (Baccaurea Motleyana) is a
kind of fruit plant that live and grows in south east Asians, like as Thailand,
Malaysia, and Indonesia (special, Kalimantan and Sumatera. This rind contains
pectin that could be used to make a jelly, jam, and candy.
The research were performed by using a method
at a temperature (75oC)
and operation time (120 minutes) added applying de-ionized water and hydrochloric
acid then alcohol 96% to
precipitate the pectin. Wet pectin was dried at 45 oC to obtain
constant weight dry pectin.
Results showed that hydrochloric acid influenced
was harder than using de-ionized water. The average percentage of pectin yield
with hydrochloric acid was 28,7545%,
whereas 21,8005 %. in de-ionized water. The average percentage of methoxyl
content with hydrochloric acid was
18,39 % whereas 17,67
% in de-ionized water.
Key word : Rambai fruit rind, extraction, pectin, methoxyl
content analysis
PENDAHULUAN
Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk maka kebutuhan terhadap
pangan semakin meningkat sesuai dengan permintaan produk pangan yang semakin
tinggi dan bervariasi, salah satu nya adalah pektin. Ciri-ciri buah atau
sayuran yang mengandung pektin yaitu terdapat pada dinding sel primer tanaman,
khususnya pada sela-sela antara selulosa dan hemiselulosa, dan juga buah-buahan
atau sayuran yang terkandung air.
Pektin berasal
dari bahasa yunani yang artinya pengentalan. Pektin pertama kali diisolasi dan
dikembangkan pada tahun 1825 oleh Heneri Bracannot. Pektin memiliki nilai
tinggi sebagai bahan makanan yang digunakan untuk gelling agent (Pranati Srivasta dan Rishabha Malviya, 2011).
Pektin banyak
dimanfaatkan baik dalam industri pangan maupun non pangan. Sejauh ini kebutuhan
terhadap pektin terpenuhi dari hasil impor, padahal sumber pektin sangat mudah
didapat. Untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri hingga saat ini, Indonesia
mengandalkan pektin impor dari mancanegara terutama dari Jerman dan Denmark.
Nilai ekonomi pektin cukup tinggi. Harga eceran tepung pektin berkisar antara
Rp.200.000,- sampai Rp.300.000,-/kg. Pada tahun 2007 impor pektin Indonesia
mencapai 136.334 kg dan meningkat pada tahun 2008 menjadi 670.410 kg (BPS,
2010). Peningkatan ini disebabkan karena Indonesia belum memiliki industri
penghasil pektin (Widyaningrum,dkk.2014).
Adapun sumber
bahan baku pektin yang diduga memiliki potensi untuk dikembangkan yakni pektin
yang berasal dari Baccaurea motleyana. Baccaurea motleyana atau
yang lebih dikenal di Indonesia khususnya di Kalimantan Tengah dengan nama buah
rambai.
Musim buah Rambai setahun sekali, buah Rambai berasa manis – manis
masam, dengan buah yang berisi 2 – 4 juring (Utami, Nila. 2013). Kulit rambai
belum banyak dimanfaatkan oleh masyarakat, melainkan hanya dibuang karena
masyarakat belum tahu kandungan pektin dalam kulit buah rambai. Ditinjau dari
permasalahan tersebut maka perlu dilakukan pemanfaatan pektin dari kulit buah
rambai.
Untuk
mendapatkan pektin dari kulit rambai ini dilakukan dengan metode ekstraksi
pelarut yaitu refluk modifikasi. Refluk adalah ekstraksi dengan pelarut pada
temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut yang
relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Ekstraksi refluks digunakan
untuk mengektraksi bahan-bahan yang tahan terhadap pemanasan.
METODOLOGI PENELITIAN
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada penelitian ini
adalah, blender, ayakan, cawan petri, cawan porselen, alat rotary evaporator,
magnetic stirrer, penangas , labu leher dua, kondensor, pipa air
keluar dan air masuk, kran air, gelas ukur, corong, gelas kimia, kain blacu, oven air
concept, neraca analitik, buret (lengkap), erlenmeyer, pipet tetes, pipet
volume, termometer.
Bahan
yang digunakan pada penelitian ini adalah kulit buah rambai, NaOH 0,1N, NaOH
0,25N, HCl 37%, HCl 0,03N, HCl 0,25N, alcohol 70%, indikator phenoptalen (pp), pH indikator/universal,
akuades, kertas saring.
Ekstraksi Pektin
Sampel sebanyak 15 gram dimasukkan ke
dalam labu leher dua 500 mL, kemudian ditambahkan larutan HCl 0,03 N sebanyak
150 mL, dimasukkan magnetic stirrer
ke dalam larutan tersebut, kemudian dipanaskan pada suhu 75°C dan waktu 120
menit. Selanjutnya dilakukan penyaringan dengan
menggunakan kain blacu dan filtrat diambil. Filtrat ini disebut filtrat pektin.
Filtrat hasil penyaringan kemudian
dipekatkan. Filtrat pekat selanjutnya didinginkan dan ditambahkan alkohol 96%
dengan perbandingan volume 1:1 dan diendapkan selama ±12 jam. Endapan
dipisahkan dengan menggunakan kertas saring. Endapan ini disebut gel atau
pektin basah.
Gel pektin kemudian dikeringkan dalam
oven pada temperatur 45°C hingga kering. Pektin kering kemudian ditimbang dan
dicatat beratnya. Langkah diatas diulang untuk jenis pelarut aquades.
Kandungan
Metoksil
Ditimbang 0,05 g pektin kering (dari
percobaan dengan pelarut HCl), kemudian dilarutkan dengan 10 mL aquades dan diukur
pH larutan. Larutan kemudian
dinetralkan dengan menambahkan larutan NaOH 0,1 N tetes demi tetes hingga pH
mencapai 7. Selanjutnya ditambahkan
dengan NaOH 0,25 N sebanyak 25 mL diaduk dan didiamkan selama 30 menit pada
suhu kamar dalam keadaan tertutup. Kemudian
ditambahkan 25 mL HCl 0,25 N dan ditetesi dengan indicator pp sebanyak 5 tetes.
Selanjutnya Di titrasi dengan NaOH 0,1 N sampai terjadi perubahan warna larutan
menjadi warna merah muda. Dicatat volume titran. Dihitung kadar metoksil dengan menggunakan rumus:
MeO%
=
x
100 % , dimana 31 adalah berat
molekul dari CH3O.
HASIL DAN
PEMBAHASAN
Tahap Preparasi
Sampel Kulit Buah Rambai
Sampel pada
penelitian ini adalah kulit dari buah rambai (Baccaurea motleyana) yang berwarna coklat muda seperti pada
gambar 1 dan dibeli di pasar di Palangka Raya, Kalimantan Tengah. Kulit buah
rambai tersebut dikeringkan sehingga kadar air yang terkandung di dalam kulit
buah rambai hilang. Pada proses pengeringan, berdasarkan gambar 1, kulit buah
rambai berwarna coklat tua yang berarti bahwa kulit buah rambai ini mengandung
zat antioksidan. Proses pengeringan kulit buah rambai ini bertujuan untuk
memudahkan proses penghancuran kulit buah rambai menjadi bentuk serbuk dan
proses ekstraksi.
Selanjutnya
kulit tersebut dihancurkan hingga menjadi bentuk serbuk dengan menggunakan
blender. Setelah menjadi serbuk kasar, serbuk kulit buah rambai diayak untuk
mendapatkan serbuk halus. Berdasarkan gambar 2, warna dari serbuk atau bubuk
kulit buah rambai yaitu coklat muda. Proses pembuatan serbuk kulit buah rambai
bertujuan untuk memperkecil ukuran bubuk kulit buah rambai, karena pada saat
proses ekstraksi ukuran bahan sangat menentukan, semakin kecil ukuran bahan
(bubuk) kulit buah rambai akan mempermudah proses ekstraksi, hal ini disebabkan
semakin kecil ukuran maka luas permukaannya semakin besar, sehingga akan lebih
mudah terekstrak oleh pelarut, dan komponen yang terekstrak akan semakin
banyak.
Tahap Ekstraksi
Pektin dan Isolasi pektin
Proses ekstraksi
yang dilakukan dengan menggunakan metode ekstraksi refluks. Proses ekstraksi
dilakukan dengan menggunakan pelarut polar, yaitu aquades dan asam klorida
dengan volume 150 mL dan dengan berat sampel kulit buah rambai sebanyak 15
gram. Waktu ekstraksi pektin pada penelitian ini yaitu 120 menit karena waktu ekstraksi optimum yaitu pada rentang waktu 1,5-2 jam
untuk kedua jenis solvent (HCl dan akuades). Apabila melewati waktu ekstraksi
maksimumnya, hasil pektin yang didapat akan mengalami penurunan dikarenakan
pektin yang terbentuk mengalami hidrolisa lebih lanjut menjadi asam pektat. Dan
bila waktu ekstraksi terus ditambah maka pektin akan mengalami kejenuhan yang
tetap serta mengakibatnkan rusaknya pektin yang terbentuk. Suhu ekstraksi
pektin pada penelitian ini yaitu 75 oC karena suhu optimum yaitu pada suhu 70 oC, 75 oC, dan
80 oC,
tetapi temperatur yang terlalu tinggi tidak diinginkan karena temperatur yang
semakin tinggi akan menyebabkan ikatan hydrolytic
pada ikatan rantai galakturonan menjadi cepat terlepas. Pada suhu mendekati 90 oC akan
terjadi degradasi yang semakin cepat dan pada akhirnya akan merusak material
yang akan diproses dimana dalam hal ini adalah pektin. Penelitian ini
dilakukan dua kali (duplo).
Dari ekstraksi
ini diperoleh filtrat yang berwarna coklat muda. Selanjutnya filtrat tersebut
dipekatkan dengan menggunakan penangas hingga sisa sampel kulit buah rambai
mengental dan warna filtrat coklat tua atau pekat. Setelah itu, filtrat pekat
ini ditambahkan alkohol 96% dan didiamkan ±12 jam. Alkohol 96% yang ditambahkan
dalam larutan pektin akan bersifat sebagai penghidrasi yang mengakibatkan
keseimbangan pektin dengan air akan terganggu dan pektin mengendap. Alkohol 96%
memiliki sifat yang kurang polar dari pada air, sehingga ketika ditambah ke
larutan akan mengacaukan interaksi molekul pektin, air dan ion-ion yang terdapat
pada larutan. Molekul-molekul pektin akan berdekatan dan berinteraksi, kemudian
membentuk clump atau gumpalan pektin.
Selanjutnya
endapan pektin dipisahkan dari alkohol 96% dengan cara disaring. Endapan pektin
basah ini dikeringkan di oven air concept
pada suhu 45°C agar didapat berat pektin ideal. Dari
hasil percobaan yang diperoleh dalam penelitian diperoleh data sebagai berikut
:
Tabel 1.
Hasil Ekstraksi
Pektin Kulit Rambai Berdasarkan Jenis pelarut
Ekstraksi dengan pelarut air
|
Volume filtrat
(mL)
|
Volume Filtrat pekat
(mL)
|
Volume etanol
(mL)
|
Berat Pektin Kering
(g)
|
Kadar Pektin Kering
(%)
|
Percobaan
I
|
100
|
25
|
25
|
3,3153
|
22,102
|
Percobaan
II
|
97
|
25
|
25
|
3,2248
|
21,499
|
Rata
– rata Kadar pektin
|
21,8005
|
Ekstraksi dengan
pelarut HCl
|
Volume filtrat
(mL)
|
Volume Filtrat pekat
(mL)
|
Volume etanol
(mL)
|
Berat Pektin Kering
(g)
|
Kadar Pektin Kering
(%)
|
Percobaan I
|
94
|
25
|
25
|
4,2273
|
28,182
|
Percobaan II
|
97
|
25
|
25
|
4,3990
|
29,327
|
Rata
– rata Kadar Pektin
|
28,7545
|
Kadar Pektin
Kadar pektin
yang dihasilkan dari masing-masing jenis pelarut dapat dilihat pada tabel 1.
Kadar pektin tertinggi dihasilkan pada perlakuan jenis pelarut HCl, sedangkan kadar
pektin terendah dihasilkan pada perlakuan faktor pelarut aquades. HCl bersifat
asam, sedangkan aquades bersifat netral. Atom hidrogen (H)
pada gugus karboksil (−COOH) dalam asam karboksilat pada asam klorida (HCl)
dapat dilepaskan sebagai ion H+ (proton),
sehingga memberikan sifat asam. Semakin rendah tingkat keasaman, terjadinya
degradasi yang menyebabkan rusaknya reaksi menjadi lebih cepat terlebih dengan
semakin meningkatnya suhu operasi menjadikan reaksi yang terjadi berjalan
semakin cepat serta membuat molekul hydrolytic
pada ikatan rantai galakturonan menjadi lebih cepat terlepas. Pengaruh pelarut HCl yang asam ini lah yang
menyebabkan kadar pektin lebih banyak dibandingkan pelarut aquades.
Penampakan
Visual Pektin Terhadap Jenis Pelarut
Pektin yang dihasilkan pada perlakuan ini dilakukan pengamatan
secara visual terhadap sifat fisis dari pektin itu sendiri dapat dilihat pada
tabel 2.
Tabel 2.
Penampakan
Visual Dari Pektin Rambai
Ekstraksi
dengan pelarut air
|
Warna sampel
|
Warna Air
|
Warna filtrat
|
Warna Filtrat pekat
|
Warna etanol
|
Warna Filtrat pekat + etanol
|
Warna Pektin Kering
|
Percobaan
I
|
Coklat
muda
|
Bening
|
coklat
muda
|
coklat
tua
|
bening
|
coklat
|
coklat
agak tua
|
Percobaan
II
|
coklat
muda
|
Bening
|
coklat
muda
|
coklat
tua
|
bening
|
coklat
|
coklat
agak tua
|
Ekstraksi dengan
pelarut HCl
|
Warna sampel
|
Warna Air
|
Warna filtrat
|
Warna Filtrat pekat
|
Warna etanol
|
Warna Filtrat pekat + etanol
|
Warna Pektin Kering
|
Percobaan
I
|
Coklat muda
|
bening
|
coklat agak tua
|
coklat tua
|
bening
|
coklat
|
coklat lebih tua
|
Percobaan
II
|
coklat muda
|
bening
|
coklat agak tua
|
coklat tua
|
bening
|
coklat
|
coklat lebih tua
|
Ternyata warna dari pektin yang dihasilkan dengan menggunakan
pelarut asam klorida berwarna coklat lebih tua,
sedangkan dengan menggunakan pelarut aquades berwarna coklat agak tua.
Kandungan Metoksil
Untuk menguji
kandungan metoksil dilakukan dengan cara titrasi, yang nantinya analit akan
berubah warna menjadi merah muda (mencapai titik ekivalen) tabel 3. Titran
ditambahkan sedikit demi sedikit melalui sebuah buret dalam bentuk larutan yang
konsentrasinya telah diketahui. Proses penambahan titran ke dalam larutan
analit sampai terjadi reaksi sempurna, dimana reaksi tepat berlangsung
sempurna. Secara konvensional, titik ekivalen dapat diketahui melalui perubahan
yang terjadi dalam larutan yang dititrasi, baik yang diakibatkan oleh analit,
titran atau zat lain yang sengaja ditambahkan.
Untuk menentukan
saat tercapainya titik ekivalen pada titrasi, digunakan suatu zat penunjuk yang
disebut indikator dimana perubahan warna zat ini tergantung pada besarnya
konsentrasi ion H+ atau pH larutan. Perubahan warna ini dari suatu
indikator tidak terjadi secara drastis, melainkan dalam suatu interval pH yang
kecil. Indikator ini disebut indikator asam-basa yang setiap jenis indikator
mempunyai interval pH tertentu yang besarnya tidak sama antara jenis indikator
yang satu dengan yang lain.
Semua indikator
pada umumnya adalah asam-asam atau basa-basa organik lemah yang berbeda
warnanya dalam bentuk molekul dan dalam bentuk ionnya. Apabila untuk indikator
asam dinyatakan dengan rumus HIn dan untuk indikator basa dengan rumus InOH,
maka didalam larutan yang encer indikator tersebut akan berada dalam
kesetimbangan. Pada penelitian ini digunakan indikator phenopthalen (pp) karena sebagian besar titrasi menggunakan larutan
indikator ini dan indikator phenopthalen (pp)
perubahan warna dengan meningkatnya pH dari tak berwarna – merah, jangkauan pH
atau trayek perubahan warnanya dari 8,0 – 9,6 .
Apabila reaksi larutan standar dengan zat yang
akan ditentukan telah sempurna, maka indikator tersebut akan memberikan
perubahan warna larutan atau terbentuknya kekeruhan/endapan dalam larutan yang
dititrasi. Saat dimana indikator telah menunjukkan perubahan warna, titrasi
harus dihentikan. Indikator pp merupakan indikator asam lemah. Pada penelitian
ini, penambahan ion hidroksida yang stabil atau tidak berlebih menghilangkan
ion hidrogen dari kesetimbangan yang mengarah ke kanan untuk menggantikannya
dan mengubahnya indikatornya menjadi merah muda.
Pada proses
titrasi, yang dimaksud titik ekivalen adalah saat dimana banyaknya ekivalen
atau mili ekivalen zat yang dititrasi sama dengan banyaknya ekivalen atau
mekivalen zat penitrasi. Zat yang dititrasi maupun zat penitrasi dalam bentuk
larutan, maka ekivalen sama dengan volume dikalikan dengan normalitas larutan. Volume
titran yang diperoleh dikalkulasikan dengan rumus metoksil ( tabel 4 dan 5).
Tabel
3.
Volume
Titran Pada Saat Titrasi Pektin
Ekstraksi
dengan pelarut Air
|
Warna Pektin + NaOH 0,1 N +
NaOH 0,25 N
|
Warna Pektin + NaOH 0,1 N +
NaOH 0,25 N + HCl 0,25 N + indikator
PP
|
Volume titrasi
|
Warna hasil titrasi
|
Percobaan
I
|
Coklat
kurang tua
|
coklat
sangat muda
|
V1
= 2,7 mL
V2
= 2,5 mL
V3
=2,4 mL
|
merah
muda
|
Percobaan
II
|
Coklat
kurang tua
|
coklat
sangat muda
|
V1
= 3,1 mL
V2
= 3,1 mL
V3
= 3,3 mL
|
merah
muda
|
Ekstraksi dengan pelarut HCl
|
Warna Pektin + NaOH 0,1 N +
NaOH 0,25 N
|
Warna Pektin + NaOH 0,1 N +
NaOH 0,25 N + HCl 0,25 N + indikator
PP
|
Volume titrasi
|
Warna hasil titrasi
|
Percobaan
I
|
Coklat
kurang tua
|
coklat
sangat muda
|
V1
= 3,2 mL
V2
= 2,5 mL
V3
= 3 mL
|
merah
muda
|
Percobaan
II
|
Coklat
kurang tua
|
coklat
sangat muda
|
V1
= 3,1 mL
V2
= 3 mL
V3
= 3mL
|
merah
muda
|
Tabel
4.
(
Air )Kadar MeO Pektin Dalam Rambai
Percobaan
|
Volume Titran
|
% Kadar Metoksil
|
I
|
V1
= 2,7 mL
V2
= 2,5 mL
V3
= 2,4 mL
|
16,74
15,50
14,88
|
Rata-rata
% Kadar Metoksil (I)
|
15,71
|
|
II
|
V1
= 3,1 mL
V2
= 3,3 mL
V3
= 3,3 mL
|
19,22
19,22
20,46
|
Rata-rata
% Kadar Metoksil (II)
|
19,63
|
|
Rata-rata (%) kadar metoksil (I
dan II)
|
17,67
|
Tabel
5.
(
HCl )Kadar MeO Pektin Dalam Rambai
Percobaan
|
Volume Titran
|
% Kadar Metoksil
|
I
|
V1
= 3,2 mL
V2
= 2,5 mL
V3
= 3 mL
|
19,83
15,50
18,60
|
Rata-rata
% Kadar Metoksil (I)
|
17,98
|
|
II
|
V1
= 3,1 mL
V2
= 3 mL
V3
= 3 mL
|
19,22
18,60
18,60
|
Rata-rata
% Kadar Metoksil (II)
|
18,81
|
|
Rata-rata (%) kadar metoksil (I
dan II)
|
18,39
|
Pada tabel 5 di
atas menunjukkan bahwa perolehan kadar metoksil tertinggi dimiliki oleh pektin
dengan pelarut asam klorida (HCl), sedangkan kadar metoksil
terendah dimiliki oleh pektin dengan pelarut aquades. Kandungan metoksil pektin
dari kulit rambai ini termasuk jenis high
ester metil karena kandungan lebih besar dari 7%. Adapun rumus kimia pektin yang mengandung
kadar metoksil terdapat pada gambar 3.
Gambar 3.
Struktur Pektin yang mengandung kadar metoksil
Kadar metoksil
didefinisikan sebagai jumlah mol metanol yang terdapat di dalam 100 mol asam
galakturonat. kadar metoksil pektin memiliki peranan penting dalam menentukan
sifat fungsional larutan pektin dan dapat mempengaruhi struktur dan tekstur
dari gel pektin. Pektin metoksil tinggi membentuk gel dengan gula dan asam,
yaitu dengan konsentrasi gula 58 - 75% dan pH 2,8 – 3,5. Pektin bermetoksil
rendah tidak mampu membentuk gel dengan asam dan gula tetapi membentuk gel
dengan adanya ion-ion kalsium.
Gambar
4. Struktur Pektin
Gambar 5. Pektin bermetoksil rendah
membentuk gel dengan adanya ion-ion kalsium.
KESIMPULAN DAN
SARAN
Kesimpulan
1.
Rata-rata
kadar pektin kulit buah rambai dengan jenis pelarut HCl yaitu 28,7545%
2.
Rata-rata
kadar pektin kulit buah rambai dengan jenis pelarut aquades yaitu 21,8005 %
3.
Rata-rata
kadar metoksil kulit buah rambai dengan jenis pelarut HCl yaitu 18,39%
4.
Rata-rata
kadar metoksil kulit buah rambai dengan jenis pelarut akuades yaitu 17,67%
5.
Kulit
buah rambai mengandung pektin dengan jenis high ester metoksil
Saran
Di Kalimantan Tengah banyak sekali
terdapat buah-buahan. Buah-buahan yang sifat-sifatnya mirip seperti buah rambai
diduga mengandung pektin. Untuk itu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
untuk jenis buah-buahan yang lain.
DAFTAR PUSTAKA
Abudarin.
2002. Buku Ajar Kimia Analisis II. Palangka Raya: Program Studi Pendidikan
Kimia PMIPA Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Palangka Raya.
Belitz,
H.D., Grosch, W., dan Schieberle, P. 2009. Food
Chemistry 4th Revised and Extended Edition. German: Le-tex
Publishing Services oHG, Leipzig.
Hanum,
F., irza, M.D.K, Martha, A.T. 2012. “Ekstraksi
Pektin dari Kulit Buah Pisang Raja (Musa Sapientum)”. Jurnal Teknik Kimia USU (online), Vol.1, No.2.
Meilina,
H., dan Sailah, I. Produksi Pektin dari
Kulit Jeruk Lemon (Citrus Medica). Institut Pertanian Bogor: Bogor.
Pardede,
A., Devi, R., Agus, M.H. 2013. Ékstraksi
dan Karakterisasi Pektin dari Kulit Kemiri (Alleurites Mollucana Wild)”. Media
Sains, (online), Vol.5, No.1.
Prasetyowaty,
karina, P.S., Healthy, P. Ekstraksi
Pektin dari Kulit Mangga. Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas
Brawijaya.
Sah
Mohid Ismail, Norazelina., Nazarrudin, R., Norziah, M.H, Zainudin, M. 2012. Ezxtraction and Characterization of Pectin
from Dragon Fruit (Hylocereus Polyrhizus) Using Various Extraction Condition. Sains
Malaysiana (online) Vol. 41, No.1.
Satria,
H.B., dan Yusuf, A. Pengolahan Limbah
Kulit Pisang Menjadi Pektin dengan Metode Ekstraksi. Semarang: Jurusan
Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro.
Sharma,
B.R., Naresh, L., N.C. Dhuldhoya, S.U. Merchant, U.C. Merchant. 2006. An Overview on Pectin. Times Food
Processing Journal.
Srivastava,
P. dan Malviya, R. 2011. “Sources of
Pectin, Extraction and Its Applications in Pharmaceutical Industry-An Overview”.
Indian Journal of Natural Products and resources, (online), Vol.2, No 1.
Tuhuloula,
Abubakar., Lestari, B., Etha, N.F. 2013.
Karakterisasi Pektin dengan Memanfaatkan Limbah Kulit Pisang menggunakan Metode
Ekstraksi, Konversi, Vol. 2, No.1.
Urias-Orona,
V., Agustin, R.C, Jaime, L.M, Elizabeth, C.M, Alfonso, A.G, Benzamin, R.W.
2010. “A Novel Pectin Material :
Extraction, Characterization and Gelling Properties”. International Journal
of Molecular Sciences (Int. J. Mol. Sci) (online).
Utami,
Nila. 2013. Musim Buah di Pasar Ampah.
Wachida,
Nur dan Yunianta. Ekstraksi Pektin dari
Kulit Jeruk Manis (Citrus Sunensis Osbeck) Kajian Tingkat Kematangan dan Jenis
Pengendap). Malang: Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Teknologi
Pertanian Universitas Brawijaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar